Bisnis.com, DENPASAR - Desa Adat Intaran Sanur, Kota Denpasar, Bali menolak pembangunan terminal LNG karena dinilai melanggar Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Bali.
Bendesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana, menjelaskan pembangunan terminal LNG akan berdampak terhadap rusaknya mangrove dan terumbu karang.
"Penolakan kami didasarkan pada beberapa alasan, pertama kawasan yang akan dijadikan lokasi pembangunan merupakan kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai, itu akan mengancam keberadaan mangrove yang sudah ada," jelas Alit dikutip dari rilis pada Senin (20/6/2022).
Alit juga menjelaskan, terumbu karang yang sudah ditanam dipelihara oleh desa adat akan terancam rusak. "Kami sudah menanam terumbu karang, dan hingga saat ini kami jaga, dengan adanya pembangunan terminal LNG kami khawatir terumbu karang tersebut akan rusak," ujar Alit.
Desa adat Intaran menilai pembangunan terminal LNG dipaksakan karena tidak sesuai dengan RTRW Provinsi Bali Pasal 42 ayat (1), lampiran No XI A dan XI B Perda Provinsi Bali nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Atas Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2009-2029 yang mengatur bahwa kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai diperuntukkan sebagai kawasan lindung.
"Kami menolak revisi RTRW yang diduga mengakomodir pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove. Pembangunan tersebut juga tidak sesuai dengan misi Presiden Jokowi yang menargetkan menanam mangrove seluas 600.000 hektare," kata dia.
Baca Juga
Sebagai informasi, proyek terminal LNG Sanur merupakan proyek PT PLN Gas & Gepthermal yang dibangun bersama PT Dewata Bersih Energy (DBE). Pembangunan terminal LNG ini ditargetkan rampung pada 2023. Terminal LNG menurut PLN bagian dari transformasi PLN dalam membangun sumber energi terbarukan di Provinsi Bali. (C211)