Bisnis.com, MATARAM – Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat bertahan tinggi hingga akhir Mei 2022.
Data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB mencatat, hingga 29 Mei 2022 jumlah sapi yang terkena PMK mencapai 8.945 ekor sapi. Dari jumlah tersebut sapi yang sudah sembuh 3.469 ekor, sapi yang terpaksa disembelih 54 ekor, dan sapi yang mati satu ekor, sedangkan sapi yang masih terinfeksi 5.442 ekor.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB, Khairul Akbar, menjelaskan sejak kasus pertama ditemukan pada 4 Mei 2022, belum ada tanda penurunan kasus PMK di pulau Lombok. Jumlah kabupaten yang terkena kasus PMK bahkan bertambah, awalnya yang terkena PMK kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur, saat ini kasus PMK sudah terdeteksi di Lombok Barat dan Lombok Utara.
“Sejak terdeteksi kasus pertama di Lombok Tengah, kami langsung melapor ke Gubernur, dan kemudian Gubernur membuat surat edaran agar sapi yang terkena PMK dilokalisir. Kami kemudian mulai melakukan lokalisir dan memberikan suntik vitamin bagi sapi yang sakit. Setelah dirawat kemudian banyak sapi mulai sembuh,” jelas Khairul kepada media, Senin (30/5/2022).
Khairul menjelaskan, penyebaran kasus PMK sangat cepat, tetapi tingkat fatalitasnya tergolong rendah, artinya hewan yang terkena PMK tidak otomatis mati. Kasus kematian 1 ekor sapi tersebut kata Khairul karena ada penyakit bawaan yang menyertai.
“Khusus sapi yang meninggal ada penyakit bawaan yang menyertai, tidak serta merta karena PMK. Kemudian sapi yang dipaksa sembelih itu keputusan pemilik, sebagian dijual dulu dengan harga murah, peternak memilih rugi sedikit dari pada sapi tersebut jadi bangkai,” ujar dia.
Baca Juga
Kasus PMK saat ini masih berada di pulau Lombok, pulau Sumbawa masih bebas dari PMK. Sedangkan ketersediaan obat untuk mengatasi PMK diakui oleh Khairul masih terbatas, hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya anggaran APBD untuk pembelian obat, jatah obat PMK selain dari APBD berasal dari Pemerintah Pusat, bantuan organisasi dokter dan pihak swasta.
“Ada juga inisiatif dari Pemkab yang terkena PMK untuk mengalokasikan dana desa untuk pembelian obat,” ungkapnya. (K48)