Bisnis.com, MATARAM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang memproses merger atau penggabungan 14 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Nusa Tenggara Barat menjadi empat BPR.
Dari 14 BPR yang sedang berproses, beberapa BPR sudah menyelesaikan proses merger dan bergabung menjadi dua BPR. BPR hasil merger tersebut telah memperoleh izin dari OJK.
Kepala OJK NTB Rico Rinaldy menjelaskan merger BPR di NTB merupakan upaya menyelamatkan BPR dan meningkatkan kinerja BPR.
"Selama 2021 14 BPR sedang proses merger menjadi 4 BPR. Dari 14 BPR, beberapa sudah merger menjadi 2 BPR. Belum semuanya selesai karena merger BPR memang punya tantangan tersendiri, seperti membangun kesepakatan antar pemilik BPR, melihat kondisi kredit, aset, BPR yang akan merger," jelas Rico, Kamis (23/13/2021).
BPR yang saat ini belum selesai proses mergernya yakni merger 8 BPR milik pemda kabupaten dan kota di NTB menjadi BPR NTB, merger BPR milik Pemda ini paling di sorot publik karena 5 tahun berproses belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Hingga Desember 2021, merger BPR NTB masih dalam proses pengajuan direksi ke OJK, sebelumnya beberapa orang diajukan sebagai direksi, tetapi dikembalikan karena tidak lulus fit and proper test.
Baca Juga
"Saat ini sudah diajukan kembali ke OJK, semoga calon direksi yang diajukan ini bisa lulus fit and proper test. OJK juga mensyaratkan selain menguasai aspek bisnis Bank, calon direksi harus menguasai manajerial karena merger BPR NTB gabungan dari 8 BPR daerah yang butuh manajemen yang baik," ungkap Rico.
Jika merger tuntas, BPR NTB berpotensi menjadi BPR terbesar di NTB dengan aset di atas Rp1 triliun. Saat ini aset terbesar BPR dimiliki oleh BPRS Dinar Ashri dengan nilai Rp840 miliar. (K48)