Bisnis.com, DENPASAR — Pelaku industri di Bali mulai beralih dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) meskipun masih terdapat sejumlah tantangan.
Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia Ratih Anggaeni menilai pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) memiliki sejumlah tantangan karena perlu menyesuaikan kondisi geografis masing-masing wilayah. Kondisi geografis yang berbeda-beda membuat masing-masing wilayah memiliki potensi sumber daya energi yang berbeda pula. Misalnya di Bali, akan lebih optimal jika memanfaatkan energi surya dibandingkan sumber energi lainnya.
Menurutnya, kondisi tersebut membuat Danone yang memiliki pabrik Aqua di Mambal, Badung membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap berkapasitas 658 kilowatt peak (kWp). Hanya, hingga saat ini pembangkit tersebut belum beroperasi karena masih menunggu rampungnya perizinan.
"Mudah-mudahan bisa operasikan kalau tidak akhir tahun ini ya tahun depan sehingga bisa mendukung Bali Mandiri energi," katanya kepada Bisnis, Kamis (16/12/2021).
CEIA Indonesia memaparkan sejumlah pelaku industri dan bisnis mulai melakukan transisi ke EBT. Namun, transisi energi ke EBT paling mudah dilakukan perusahaan multinasional. Di Bali, sejumlah pelaku bisnis perhotelan mulai beralih memanfaatkan EBT seperti Hilton Hotels & Resorts, Hyatt, dan Marriott.
Deputy Program Director untuk Iklim, Energi, Kota, dan Laut WRI Indonesia mewakili CEIA Indonesia Almo Pradana menilai upaya untuk melakukan transisi energi ke EBT tidak hanya bergantung pada sisi supply atau penjual, melainkan juga sisi demand yakni pembeli atau pengguna energi. Pembeli energi seperti listrik yang saat ini didominasi pelaku industri dan bisnis pun dinilai mulai beralih dengan memanfaatkan energi baru terbarukan.
Baca Juga
Hal tersebut berbanding terbalik dengan sisi supply karena hampir 80 persen listrik yang dijual bersumber dari energi fosil terutama batubara. "Ini tidak sesuai dengan yang industri dan bisnis mau," sebutnya.