Bisnis.com, DENPASAR — Penerimaan negara di Bali masih terpuruk seiring belum normalnya kunjungan pariwisata. Meskipun demikian, pemerintah pusat mulai melirik sektor-sektor potensial selain pariwisata untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah pandemi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Bali, penerimaan pajak per kuartal III/2021 adalah senilai Rp5,129 triliun atau baru 64,2 persen dari target yang senilai Rp7,99 triliun.
Plt. Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak Bali Dudung Rudi Hendratna mengatakan, jika dibandingkan secara tahunan (year on year/yoy), penerimaan pajak di Pulau Dewata memang mengalami penurunan. Pada kuartal III/2021, penerimaan pajak di Bali masih terkontraksi sebesar minus 12,98 persen (yoy). Namun, realisasi ini justru menunjukkan perbaikan jika dibandingkan dengan dua periode sebelumnya yakni kuartal I/2021 yang tumbuh minus 30,61 persen (yoy) dan kuartal II/2021 yang tumbuh minus 20,2 persen (yoy).
Menurutnya, perbaikan pertumbuhan penerimaan pajak erat kaitnya dengan realisasi pajak pada 2020. Sebagaimana diketahui, pada kuartal I/2020, pandemi Covid-19 baru saja merambah Indonesia sehingga realisasi penerimaan pajak pada periode tersebut masih tinggi. Ketika dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak kuartal II/2021, penurunannya pun menjadi sangat dalam.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan realisasi kuartal II/2021 yang memang penerimaan pajak sudah rendah karena pembatasan aktivitas ekonomi sangat ketat. Ketika dibandingkan dengan periode sama tahun ini, kontraksinya pun menjadi tidak sedalam kuartal I/2021. Hal tersebut juga berlaku untuk kuartal III/2021.
Selain itu, secara penerimaan, Dirjen Pajak Kanwil Bali memang saat ini sedang mengupayakan sumber-sumber penerimaan pajak baru selain pariwisata. Sumber penerimaan pajak baru tersebut misalnya berasal dari perikanan.
Baca Juga
"Lapangan usaha perikanan sekarang sudah menghasilkan kami sudah mulai menggarap potensi di luar pariwisata di kuartal II dan kuartal III tahun ini sehingga menjadi salah satu kontributor penerimaan pajak," katanya, Rabu (27/10/2021).
Adapun jika dilihat berdasarkan sektor, kontraksi penerimaan pajak paling dalam terjadi pada sub sektor lainya yang didalamnya terdapat lapangan usaha pariwisata. Penerimaan pajak sektor lainnya sampai dengan kuartal III/2021 adalah senilai Rp1,199 miliar atau terkontraksi minus 34 persen (yoy). Peningkatan penerimaan pajak paling tinggi terjadi pada sektor kontruksi dengan nilai Rp340 miliar atau tumbuh 45 persen (yoy).
Pertumbuhan penerimaan pajak juga terjadi pada jasa profesional yang tumbuh 29 persen, administrasi pemerintahan tumbuh 7persen, dan transportasi pergudangan yang tumbuh 5 persen.
"Di bali kami perlu mencari peluang lain dan mudah-mudahan tahun ini selain pariwisata muali bergerak lagi kita harapkan potensi lain, ada beberapa lapangan usaha yang berpotensi mulai dari perikanan, industri kreatif, yang kemungkinan akan menjadi pengerak ekonomi baru di Bali dan menambah pertumbuhan pajak," sebutnya.
Tidak hanya pajak yang mengalami kontraksi, penerimaan negara bukan pajak juga mengalami hal serupa.
Total Penerimaan Bea dan Cukai di Provinsi Bali pada kuartal III/2021mengalami penurunan sebesar minus 15,67 persen yoy menjadi Rp464,15 miliar. Penurunan terjadi pada bea masuk yang terkontraksi minus 43,34 persen yoy dan cukai yang terkontraksi minus 11,65 persen yoy.
Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Bali, NTB, dan NTT, Susila Brata mengatakan penurunan cukai erat kaitannya dengan pandemi Covid-19 yang memukul industri pariwisata. Bali selama ini menjadi primadona untuk penerimaan cukai karena tingginya konsumsi minuman mengandung etil alkohol (MMEA) yang sejalan dengan berkembangnya pariwisata.
Sementara itu, penurunan bea masuk terjadi karena tidak adanya penerbangan langsung menuju Bali yang terjadi sejak pandemi Covid-19 merambah Indonesia.
Meskipun demikian, pembukaan border internasional Bali per 14 Oktober 2021 menjadi peluang baru bagi penerimaan bea masuk. Walaupun hingga saat ini belum ada kunjungan wisatawan, tetapi penerbangan langsung yang mengangkut kargo mulai mendarat di Bali sehingga menjadi peluang pertumbuhan di penerimaan bea masuk.
Dalam kondisi normal, target penerimaan bea masuk adalah senilai Rp150 miliar, tetapi di tahun ini targetnya hanya Rp45 miliar.
"Ini tinggal dua bulan, tetapi kita harus optimistis akan ada tambahan penerimaan bea masuk meskipun tidak signifikan, setidaknya di 2019 ada 100 penerbangan langsung pulang pergi ke Bali dengan total penerimaan bea masuk Rp150 miliar sedangkan tahun ini prognosa kita RP45 miliar, masih jauh tetapi kita berharap akan mendekati kondisi normal," sebutnya.