Bisnis.com, DENPASAR — Bali dihadapkan dengan produktivitas kopi yang rendah yakni sebesar 0,45 ton per hektar are, masih lebih rendah dibandingkan produktivitas nasional yang sebesar 0,61 ton per hektar are.
Berdasarkan kajian Bank Indonesia Perwakilan Bali, pangsa produksi kopi Bali sekitar 51,1 persen terhadap Balinusra, sementara Balinusra sendiri sekitar 6,0 persen dari nasional. Hampir keseluruhan perkebunan kopi di Bali (99,9 persen) adalah perkebunan rakyat. Produktivitas kebun kopi di Bali pada tahun 2020 tercatat 0,45 ton per hektar are, masih lebih rendah dibandingkan produktivitas nasional yang sebesar 0,61 ton per hektar are.
Pemilik Bali Arabica Komang Sukarsana juga menilai bahwa produktivitas kopi di Bali masih sangat rendah. Penanaman kopi di Bali selama ini menggunakan sistem tumpang sari dengan tanaman jeruk sehingga jarak satu pohon kopi dengan pohon kopi lainnya sangat jarang.
Padahal, menurutnya, kopi idealnya ditanam dengan sistem monokultur. Jika sistem tanam tersebut dipakai, maka dalam 1 hektar are bisa menanam 1.600 pohon kopi.
"Iya masih sangat rendah [produktivitas], kalau monokultur hanya hamparan kopi saja dengan tanaman penaung, kalau kintamani nyampur jeruk, jadi pohon kopinya jarang," katanya kepada Bisnis, Rabu (15/9/2021).
Kajian Bank Indonesia menyimpulkan produktivitas lahan kopi di Bali masih perlu ditingkatkan, antara lain dapat dilakukan dengan peremajaan tanaman, perluasan praktek Good Agriculture Practices (GAP), dan penggunaan irigasi tetes. Peremajaan tanaman kopi di Bali masih relatif rendah, yaitu hanya 13 persen dari total luas lahan kopi.
Baca Juga
Selain itu, Bali juga perlu penguatan kelembagaan dan peran UMKM. Hal ini didorong oleh masih terdapat banyak middleman yang memperpanjang rantai nilai.