Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui serapan insentif program pemulihan ekonomi nasional di Bali masih sangat terbatas.
Menurutnya, hal ini disebabkan oleh akses, jangkauan, informasi, dan kemampuan untuk mengeksekusi program tersebut masih minim.
Dari beberapa hasil survei mengenai dampak Covid-19 terhadap pelaku ekonomi di Bali, Sri Mulyani menyampaikan bantuan dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN) seperti relaksasi penundaan pembayaran pinjaman untuk UMKM baru 17,89 persen yang merasakan dampaknya dari yang dibutuhkan sebesar 59 persen.
“Sementara usaha menengah besar yang dibutuhkan 53,43 persen untuk relaksasi penundaan pembayaran cicilan dan bunga, baru 20,86 persen yang mendapatkan atau yang telat menerima,” katanya dalam video confrerence, Kamis (8/4/2021).
Di samping itu, hanya 10,73 persen UMKM yang mendapat bantuan modal usaha dari 82,96 persen yang membutuhkan bantuan. Lebih lanjut, pemerintah juga memberikan fasilitas penundaan pembayaran pajak dan hanya 11,58 persen UMKM yang merasakan fasilitas itu dari yang dibutuhkan mencapai 54,3 persen.
Hal yang sama pun terjadi pada penyaluran bantuan subsidi listrik. Dari 74,11 persen yang dibutuhkan, hanya 12,95 persen UMKM yang menerima, serta hanya 9 persen usaha menengah besar yang menerima dari kebutuhan 74,3 persen.
Baca Juga
“Padahal tagihan listrik adalah yang sangat targeted karena ada nama, alamat, dan penggunaan listriknya,” kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut, sebanyak 8,86 persen UMKM dan 5,35 usaha menengah besar yang merqsakan bantuan pemasaran, dari yang seharusnya sebesar 68,82 dan 66 persen.
“Ini menggambarkan berbagai program yang diluncurkan pemerintah baik dari sisi akses, jangkauan, informasi, dan kemampuan untuk mengeksekusinya belum bisa dirasakan semua pelaku ekonomi di Bali,” jelasnya.