Bisnis.com, DENPASAR — Peraturan Daerah Bali tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali berpotensi mengancam persaingan usaha yang tidak sehat lantaran mewajibkan pelaku usaha masuk dalam portal satu pintu pariwisata.
Adapun pada 2020 lalu, Bali merilis Peraturan Daerah No.5/2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. Beleid yang diundangkan pada 9 Juli 2020 tersebut awalnya bertujuan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha di Bali.
Hanya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat ada sejumlah pasal yang berpeluang menimbulkan kegaduhan bagi dunia usaha pariwisata Bali. Aturan tersebut yakni terdapat pada pasal 26 tentang Portal Satu Pintu Pariwisata Bali, pasal 27 tentang Pendaftaran Kemitraan, dan pasal 28 mengenai Kelembagaan.
Dalam pasal 26 ayat (1) dinyatakan, Gubernur membentuk Portal Satu Pintu Pariwisata Bali untuk mengintegrasikan seluruh pemangku kepentingan pariwisata yang terdiri dari usaha jasa pariwisata, pemerintah, dan masyarakat. Lebih lanjut, dalam ayat (2) disebutkan portal satu pintu meliputi reservasi hotel atau penginapan, tiket elektronik destinasi wisata, transportasi online, pasar digital, integrasi pembayaran nontunai, dan bidang lain sesuai dengan perkembangan industri pariwisata Bali.
Ketentuan mengenai portal satu pintu pariwisata Bali yang tertuang dalam ayat (2) akan diatur dalam peraturan gubernur.
Sementara itu, pasal 27 ayat (1) menyatakan setiap usaha jasa pariwisata di Bali wajib mendaftarkan diri pada Portal Satu Pintu Pariwisata Bali yang menjual produk/layanannya kepada pihak lain secara online dan offline. Sistematika transaksi dipertegas dalam ayat (2) yang berbunyi setiap usaha jasa pariwisata di Bali yang melakukan transaksi penjualan produk dan/atau pertukaran informasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha jasa lainnya wajib melalui Portal Satu Pintu Pariwisata Bali.
Baca Juga
Lebih lanjut, pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa Gubernur membentuk Perusahaan Umum Daerah untuk menyelenggarakan Pariwisata Digital Budaya Bali.
Komisioner Pengawas Persaingan Usaha Dinni Melanie menilai pasal mengenai portal satu pintu sebenarnya memiliki semangat yang baik untuk mengintegrasikan seluruh stakeholder pariwisata di Bali. Namun, adanya kebijakan turunan melalui pergub tentang portal satu pintu pariwisata Bali dinilai berpotensi mewajibkan penyampaian data dan informasi pelaku usaha kepada pelaku usaha tertentu atau asosiasi.
Sementara itu, terkait kewajiban pendaftaran pada Portal Satu Pintu Pariwisata Bali juga berpotensi melahirkan pengenaan biaya tertentu yang menjadi disinsentif pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas kegiatan yang berkaitan dengan kepariwisataan.
Regulasi kemitraan mengenai portal satu pintu memiliki potensi penyalahgunaan posisi dominan dalam penentuan syarat-syarat perdagangan. Selain itu, juga ada potensi pelimpahan kewenangan regulator kepada pelaku usaha terkait pembentukan perusahaan umum daerah (Perusda).
"Saya tidak tahu pasti apakah portal satu pintu pariwisata ini sudah terbentuk, dan Perusda sudah terbentuk, serta apakah BUMD ini akan berpotensi menyalahgunakan kewenangan," katanya, Jumat (19/3/2021).
Kepala Dinas Pariwisata Bali Putu Astawa mengatakan Perda tersebut lahir sebagai upaya untuk melahirkan pariwisata Pulau Dewata yang berkualitas. Bali tidak ingin lagi menjual pariwisata murah yang mengedepankan kuantitas belaka.
Adanya portal satu pintu kepariwisataan diakuinya memang masih membutuhkan kajian akademis agar penyelenggaraannya sesuai. Dengan portal tersebut diharapkan transaksi hotel dan destinasi dapat terkontrol. Portal ini pun, lanjutnya, hanya berbentuk kanal. Pemerintah Bali tidak akan menjual tarif hotel maupun destinasi lewat portal tersebut.
"Portal ini menjadi jalan tengah hotel dan OTA [online travel agent] mengingat sekarang transaksi sudah berubah seperti itu [dilakukan secara non tunai]," sebutnya.
Astawa menegaskan pembentukan portal satu pintu merupakan respons Bali untuk meningkatkan daya saing di tengah banyaknya online travel agent (OTA) yang menjual wisata Bali. Apabila hotel dan OTA tersebut berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya pengawasan, saat low season, ada potensi banting harga yang nantinya akan semakin melahirkan wisata murah di Bali.
Portal tersebut, lanjutnya, hanya akan mengontrol harga berwisata di Bali. Pengenaan tarif tertentu tidak akan diatur oleh pemerintah bagi setiap pelaku usaha yang begabung dalam portal. Hany, jika dalam pengelolaannya Perusda yang ditunjuk melakukan pengelolaan portal kemudian membentuk perjanjian kemitraan dengan pelaku usaha, pengenaan tarif dinilai sah-sah saja dilakukan.
"Kita [pemerintah] tidak menentukan tarif, itu hanya bisnis biasa Perusda itu kan boleh mencari untung, nah seperti apa mekanisme kesepakatan itu tergantung antara pelaku usaha, yang penting kita jangan melakukan kartel, seperti hotel semuanya masuk dan juga destinasi tidak satu atau dua hotel saja," katanya.
Direktur Regulasi Kemenparekraf/Baparekraf Sabartua Tampubolon menilai Perda Bali No.5/2020 harus melakukan penyesuaian karena dibentuk sebelum undang-undang cipta kerja. Harmonisasi dan sikronisasi aturan yang tertuang dalam Perda No.5/2020 dengan UU Cipta Kerja perlu dilakukan sehingga regulasi tersebut memiliki visi yang sama yakni penyederhanaan perizinan untuk dapat meningkatkan lapangan kerja.
Diakuinya, Perda No.5/2020 memang lahir dari kerisauan Pemda akan dampak pariwisata yang tidak optimal untuk masyarakat lokal. Perda ini dibuat agar ada standar tertentu yang diikuti oleh pelaku usaha pariwisata baik lokal maupun nonlokal sehingga keuntungan yang didapat bisa maksimal.
"Tidak ada regulasi yang sempurna, tapi kemauan diri untuk menyempurnakan, sinkronisasikan, dan harmonisasikan itu," sebutnya.
Menurutnya, portal tersebut hanya merupakan saluran yang memastikan data dan informasi lebih tersalurkan ke masyarakat dan pengguna pariwisata. Hanya perlu dipastikan terkait adanya pengenaan tarif atas kewajiban pelaku usaha bergabung dalam portal.
"Itu [tarif pada portal] itu perlu dipastikan agar tidak ada kesan bahwa itu cenderung atau mengarah pada monopoli atau persaingan tidak sehat, tetapi berkali-kali Pak Putu menyebutkan tolong dipahami semangat jiwa dari Perda ini sehingga regulasi yang dibuat betul-betul berpihak ke masyarakat," sebutnya.