Bisnis.com, DENPASAR - Pemerintah kabupaten Karangasem mendorong petani salak untuk membuat salak sebagai produk lain yang memiliki nilai lebih sehingga harga salak ketika panen tidak anjlok seperti saat ini.
Sekretaris Daerah (Sekda) Karangasem I Ketut Sedana Merta menjelaskan petani saat ini harus didorong untuk berinovasi. "Ini akan menjadi perhatian kami ke depannya, bagaimana mendorong petani salak agar bisa membuat produk dari salak, sehingga bisa bernilai lebih, saat ini itu yang kurang dari petani kami," ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (10/3/2021).
Pemerintah Karangasem siap memerikan bantuan permodalan untuk mendorong petani salak dalam mengembangkan UMKM salak. "Kami akan kaji terus, apakah perlu subsidi dari pemerintah, maka perlu kami suntikan dana atau bantuan modal," jelasnya lagi.
Petani salak Karangasem enggan melakukan panen karena harga salak yang terjun bebas dari harga normal, harga yang sangat rendah tidak bisa menutup biaya panen petani Karangasem. "Petani tidak mau memenen salaknya karena ongkos petik lebih mahal dari harga salak. Ketika musim harganya Rp10.000, ketika tidak musim harganya bisa tembus Rp115.000, jadi sangat jauh harganya," ungkap Merta.
Karangsem merupakan wilayah penghasil salak terbesar di Bali, dari data BPS, produksi tertinggi salak Karangasem pernah mencapai 29.992 ton. Sentra produksi salak karangsem berada di wilayah Selat, Bebandem, Rendang, Sidemen.
Seperti diberitakan harga salak di petani hanya Rp1000, harga yang jatuh tersebut membuat petani enggan memanen salaknya. Kondisi pandemi yang membuat sebagian produk salak tidak terserap di pasaran. (K48)