Bisnis.com, DENPASAR – Bali memiliki potensi besar untuk pengembangan pariwisata internasional berbasis energi terbarukan atau eco-sustainability.
Hasil survei terbaru menunjukkan wisatawan mancanegara yang mencari akomodasi berbasis energi terbarukan menunjukkan tren positif dengan angka mencapai 73 persen.
Institute For Esential Services Reform (IESR) menjelaskan hasil survei booking.com memperlihatkan peningkatan minat wisatawan mancanegara terhadap ecotourism.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan pada tiga tahun terakhir terjadi peningkatan wisman yang memilih menginap di hotel dengan basis energi terbarukan.
“Tahun 2016, 62 persen wisman menginap di hotel eco sustainability, tahun 2017 meningkat 65 persen, 2018 meningkat lagi menjadi 68 persen, dan 2019 meningkat di angka 73 persen. Ini menunjukkan Bali sangat potensi mengembangkan destinasi berbasis energi terbarukan,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (5/3/201).
Kini, ujar Tumiwa, konsumen atau wisatawan tidak hanya melihat fasilitas hotel atau destinasi wisata. Wisman lebih sadar lingkungan dan ingin ikut andil dalam pemeliharaan lingkungan.
“Konsumen pariwisata saat ini punya prefensi yang lebih baik tentang green zone, eco tourism,” ungkapnya.
Pengembangan destinasi wisata dengan eco tourism bisa membuat pariwisata Bali naik kelas dengan pariwisata berbasis pengelolaan lingkungan.
Bali telah merespons hal tersebut dengan munculnya Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 45 tahun 2019. Pergub tersebut mengatur penggunaan energi hijau pada bangunan di atas 1000 meter persegi, hotel dengan luas 3000 meter persegi, dan hotel bintang 4.
“Dari sisi bisnis, PLTS berpotensi menurunkan biaya operasional, karena energi terbarukan dan efisiensi bisa bergandengan. Dalam jangka panjang operasional hotel bisa lebih murah. PLTS atap jika digunakan di hotel pengembalian investasi sudah bisa dalam 10 sampai 12 tahun. Sementara usia pembangkit listrik 25 sampai 30 tahun, artinya setelah 12 tahun bisa mendapat listrik gratis,” jelasnya lagi.
Dari data IESR, Bali berpotensi menghasilkan energi terbarukan sebesar 25,9 Mwp dari 42 hotel bintang lima yang tersebar di Nusa Dua dan Kuta sebagai pusat pariwisata Bali.
“Untuk mendorong potensi tersebut pemerintah perlu memberikan insentif, seperti keringanan pajak bagi yang menggunakan energi terbarukan,” jelasnya.
Senada dengan itu, Kepala CORE Universitas Udayana Prof Ida Ayu Dwi Giriantari menjelaskan bahwa PLTS berbasis atap berpotensi mem-branding pariwisata Bali di dunia internasional.
“Kami melakukan kajian sesuai dengan Pergub bahwa target utamanya pariwisata, energi terbarukan ini bisa menjadi branding bagus bagi Bali, jika pariwisata berkembang maka ekonomi tumbuh. Jika pariwisata bisa berhasil maka akan merambah ke masyarakat umum,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (5/3/2021).
Guru Besar Universitas Udayana ini menjelaskan realisasi energi terbarukan untuk pariwisata saat ini terkendala pandemi Covid-19. Akibat kondisi tersebut susah mendorong hotel atau destinasi untuk merealisasikan penggunaan energi terbarukan.
“Tahun 2020 terbentur dengan Covid-19, pariwisata otomatis tutup. Tapi yang menggembirakan pembangunan PLTS atap tetap jalan, malah ekspatriat yang memulai di vila yang disewanya,” ujar Dwi Giriantari.