Bisnis.com, DENPASAR — Sebanyak 22 orang pembudidaya ikan dengan Keramba Jaring Apung di kawasan Danau Batur, Bangli, Bali merugi ratusan juta.
Mereka menderita kerugian hingga Rp310 juta karena 11.950 kg ikannya mati akibat fenomena upwelling atau naiknya belerang, Minggu, (28/2/2021).
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Bangli I Wayan Sarma mengatakan fenomena upwelling ini menyebabkan bercampurnya semua polutan dan membahayakan kehidupan biota.
Sulfat dan phospor bersifat mengikat oksigen yang ada dalam air danau, sehingga menyebabkan kandungan oksigen rendah di wilayah sekitar letupan belerang.
Dalam keadaan tersebut, ikan lebih sulit mendapatkan oksigen, terlebih yang berada di keramba pergerakannya akan terbatas.
Selain itu, tingginya polutan di perairan juga disebabkan berbagai aktivitas manusia yang berdampak terhadap penurunan kualitas air, seperti limbah rumah tangga, hotel, restoran, pencemaran alat transportasi air, dan limbah pertanian.
“Fenomena ini ditandai dengan adanya perubahan warna pada air danau yang terjadi di beberapa titik,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu, (3/3/2021).
Menurut Sarma, fenomena ini hampir terjadi setiap tahun di Danau Batur dan biasanya terjadi hanya selama empat hari.
Saat ini cuaca juga sudah mulai membaik, ditandai dengan curah hujan dan embusan angin yang sudah mulai berkurang.
Sementara itu, sambungnya, harga ikan konsumsi dijual senilai Rp25.000 – Rp26.000 per kg dengan jumlah Keramba Jaring Apung mencapai 9.300 keramba.
Dia juga mengimbau agar petani pembudidaya tidak menebar benih ikan dalam waktu dekat guna mengantisipasi adanya kerugian yang lebih besar lagi.
“Mudah-mudahan jumlah ikan yang mati tidak lagi bertambah, agar para pembudidaya juga tidak merugi lebih banyak lagi,” kata dia.