Bisnis.com, DENPASAR - PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Bali tetap menargetkan pertumbuhan penjualan listrik pada 2021 sebesar 2,32 persen dibanding tahun lalu (year on year/YoY) menjadi 5.079 giga watt hour (GWH). Padahal, tahun lalu, penjualan listrik PLN keok diterjang pandemi Covid-19.
Berdasarkan data PLN, penjualan listrik di unit induk distribusi Bali pada 2020 terkoreksi cukup dalam, yakni sebesar minus 13,02 persen YoY. Penurunan penjualan masih berlanjut pada Januari 2021 yang secara bulanan hanya tumbuh minus 2,44 persen (quartal to quartal/QtQ) atau sebesar minus 24,81 persen YoY.
Penurunan tertinggi terjadi pada tarif bisnis sebesar minus 42,8 persen. Padahal, tarif bisnis memiliki komposisi terhadap penjualan sebear 36,28 persen.
General Manager PLN UID Bali Adi Priyanto menilai, tahun 2021 masih akan menjadi masa pemulihan ekonomi bagi Indonesia maupun dunia. Kondisi ini masih akan mempengaruhi penjualan listrik yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.
Apalagi, penjualan listrik PLN di Bali bergantung dengan pelanggan tarif Bisnis yakni sektor perhotelan. Jika pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 mampu tumbuh positif dan wisatawan mancanegara kembali datang ke Bali, penjualan listrik otomatis akan terdongkrak.
"Kita punya tantangan berat untuk menaikkan penjualan 2021 terhadap 2020 yang sebesar 2,32 persen, nah kita terus terang untuk Bali karena daerah tourism andalkan penjualan di tarif pelanggan bisnis perhotelan," katanya kepada Bisnis, Senin (15/2/2021).
Saat ini, PLN di Bali sedang mengupayakan sejumlah sektor baru yang bisa menjadi sumber penjualan listrik. Salah satunya agrikultur dengan mendorong petani-petani di Bali memanfaatkan sambungan listrik PLN daripada genset yang berbahan bakar solar.
Menurutnya, PLN masih melakukan pemetaan sektor agrikultur yang bisa dijajaki untuk mendapatkan sambungan listrik. Setidaknya, potensi penjualan listrik ke petani di Bali mampu mencapai 3 MW per jam untuk satu hari.
Pemanfaatan sambungan listrik PLN tersebut dapat digunakan untuk kegiatan pertanian seperti pengairan sawah hingga penggilingan padi.
Di satu sisi, konsumen rumah tangga juga didorong menggunakan kompor lsitrik maupun kendaraan listrik. Bahkan, di tengah penurunan konsumsi listrik sektor bisnis perhotelan, tarif pelanggan rumah tangga mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada 2020 sebesar 5,56 persen YoY. Meskipun, pertumbuhan tarif rumah tangga tersebut belum mampu mendongkrak penjualan listrik PLN yang bergantung cukup besar pada tarif bisnis.
"Karena pandemi ini kemungkinan harapan peroleh sebanyak-banyaknya penjualan di bisnis perhotelan harus kerja keras. Memang kita harus kerja keras dari sisi marketing dan penjelasan kepada masyarakat," sebutnya.
Adapun, Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan negatif Bali pada kuartal IV/2020 disumbang oleh tiga katagori yakni transportasi dan pergudangan, akomodasi dan makan minum, serta pengadaan listrik dan gas. Pengadaan listrik dan gas pertumbuhannya terkontraksi minus 26,96 persen YoY, sehingga menempati urutan ketiga sebagai lapangan usaha dengan pertumbuhan terendah.