Bisnis.com, DENPASAR – Pelaku usaha di Bali berpotensi kehilangan 40 persen pendapatannya akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat terkait pembatasan aktivitas masyarakat yang berlaku mulai 11 - 25 Januari 2021.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali Anak Agung Ngurah Agung Agra Putra mengatakan pelaku usaha memiliki harapan yang besar di 2021, tetapi dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini akan menghambat langkah-langkah pemulihan ekonomi khususnya di Pulau Dewata.
"Padahal tahun ini seharusnya memberi harapan baru untuk bangkitnya perekonomian Bali," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Kamis, (7/1/2021).
Terkait penanganan pandemi, pihaknya meminta agar kedepan pemerintah memiliki langkah yang jelas dan lebih terstruktur serta sistematis supaya dapat memberikan kepastian pada dunia usaha.
Menurutnya, saat ini dunia usaha tengah membutuhkan suatu kepastian iklim usaha untuk dapat menentukan langkah dalam menjalankan bisnis. Termasuk dalam teknis pelaksanaan suatu kebijakan yang dibuat juga harus jelas sehingga tidak ada kesimpangsiuran dalam aplikasinya di lapangan.
"Harus diakui juga bahwa selama ini sering terjadi seperti itu," tambahnya.
Baca Juga
Terlebih lagi, sambungnya, akibat adanya pengurangan jam operasional hingga pukul 19.00 Wita yang menyebabkan terbatasnya aktivitas masyarakat dan berpengaruh pada jumlah pendapatan.
"Peak hour masyarakat itu di atas jam 19.00 Wita, dan secara historis di Bali belum pernah ada rush sales di masyarakat terkait kebijakan ini," jelasnya.
Di sisi lain, pelaku usaha juga akan memberi tetap memberi dukungan terhadap apapun keputusan yang diambil oleh pemerintah setempat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Pemerintah Pusat secara resmi memberlakukan kembali pembatasan sosial aktivitas masyarakat yang dilakukan kepada sejumlah kabupaten/kota, maupun provinsi yang memenuhi kriteria tertentu.
Khusus untuk Bali, kebijakan ini diterapkan pada Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.