Bisnis.com, DENPASAR — Pemerintah Provinsi Bali telah meneruskan keluhan yang dialami pengusaha tahu tempe di Pulau Dewata terkait kenaikan harga kedelai.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali I Wayan Jarta mengaku memang tidak melakukan upaya langsung terkait kenaikan harga kedelai tersebut. Namun, pihaknya telah menyampaikan permasalahan yang dialami pengusaha tahu tempe di Bali kepada pemerintah pusat.
"Upaya langsung tidak ada, tetapi kondisi ini sudah kita sampaikan ke pusat untuk menjadi perhatian," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/1/2021).
Kepala Bidang Produksi Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Bali I Wayan Sunarta mengatakan saat ini, secara nasional maupun Bali, masih bergantung pada impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Meskipun Bali memproduksi kedelai dengan masa panen setiap Mei, hasilnya tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan pelaku usaha lokal.
"Kan dominan memang kedelai diimpor, perdagangan yang akan lebih paham, apa ada kendala distribusi atau harga impor," sebutnya.
Ketua Pusat Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) Bali Sutrisno berharap Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) mampu mengatur dan mengembalikan harga kedelai ke level yang lebih terkendali. Rentang harga kedelai senilai Rp7.000 per kg hingga Rp7.500 per kg dinilai masih normal. Dengan harga kedelai yang saat ini Rp8.500 per kg masih tinggi.
Baca Juga
Kenaikan harga kedelai saat ini pun mengerek biaya produksi pengusaha tahu tempe. Ketika kedelai berada pada harga normal yakni senilai Rp7.000 per kg, pihaknya masih bisa menjual dengan harga Rp10.000 per kg dan mendapatkan untung kotor Rp3.000 per kg.
Di tengah harga kedelai di Bali yang mengalami kenaikan hingga Rp9.500 per kg, pengusaha tahu tempe mengaku tidak mendapatkan untung dan cenderung merugi.
Sebagai siasat, pengusaha tempe dan tahu pun terpaksa melakukan penurunan kualitas berupa mengecilkan volume produk. produksi yang biasanya 10 buah menjadi 12 buah dengan ukuran yang lebih kecil.
"Dengan kedelai naik jadi Rp9.500 per kg, pendapatan kita bahkan minus, sebagian menyiasatinya dengan mengecilkan ukuran produk, kan konsumen tidak mau harga dinaikkan, dari biasanya Rp1.000 kok jadi Rp1.200," katanya.
Selain tidak mendapatkan untung, pengusaha tahu tempe pun terpaksa menurunkan volume produksi. Pada kondisi normal, produksi tahu tempe di Bali mencapai 150.000 kilogram per hari. Saat ini karena kenaikan harga kedelai dan pasar yang lesu, produksi menurun 30 persen.
Adapun di Bali terdapat 1.800 pabrik perajin tahu tempe dengan kebutuhan kedelai per bulan 2.287.108 kg atau kebutuhan per tahun 27.445.296 kg.
Dari kebutuhan bahan baku kedelai tersebut, impor masih mendominasi dengan porsi 85 persen, sedangkan ketersediaan lokal hanya 15 persen. Kenaikan harga kedelai yang mencapai Rp9.500 per kg hanya untuk kedelai impor. Saat ini kedelai lokal disinyalir ketersediaannya masih kosong di pasaran karena belum ada panen.
"Isu tentang kenaikan harga kedelai impor dipicu oleh tingginya permintaan dari negara China sampai dua kali lipat dari biasanya, untuk harga ideal kedelai impor sesuai dengan harga jual produk olahannya Rp7.500," sebutnya.