Bisnis.com, DENPASAR — Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali berupaya mengerek ekspor pada 2021 setelah realisasi tahun sebelumnya mengalami penurunan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, secara kumulatif, nilai ekspor barang Bali periode Januari-November 2020 tercatat senilai US$414,38 juta atau turun 24,08 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/YoY). Penurunan ekspor terbesar berada pada negara tujuan Singapura yang anjlok 59,52 persen YoY pada periode Januari-November 2020.
Negara tujuan yang masih mengalami peningkatan ekspor selama Januari-Novermber 2020 yakni Taiwan yang tumbuh 20,38 persen (YoY), Perancis 12,93 persen (YoY), dan Belanda 11,33 pesen (YoY).
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali I Wayan Jarta mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 yang membuat sejumlah negara melakukan lockdown, Bali tetap mampu melakukan kegiatan ekspor. Meskipun penurunan yang tercatat di Disperindag Bali mencapai 30 persen YoY pada 2020.
Menurutnya, ada sejumlah barang ekspor yang masih berpotensi untuk diperdagangkan pada tahun ini seperti pertanian, kerajinan, dan ikan tuna. Saat ini eksportir juga dinilai jeli melihat peluang lewat melakukan penjajakan via digital dengan sejumlah buyer dari luar negeri.
"Kalau eksportir baru belum ada, karena kondisi saat ini setidaknya eksportir dari Bali saaat ini berupaya mempertahankan penjualan produknya," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/1/2021).
Baca Juga
Jarta mengatakan pihaknya baru saja melakukan pameran secara virtual dengan buyer dari Malaysia untuk memasarkan produk ekspor Bali. Keterbatasan pertemuan langsung membuat pameran secara virtual menjadi solusi.
"Sering kita pertemukan eksportir dengan buyer secara virtual, kita hubungkan langsung dengan produsen, saat ini eksportir juga didorong untuk melakukan pertemuan secara virtua dengan buyer," sebutnya.
Kabid Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali Ni Wayan Lestari mengatakan penurunan ekspor yang terjadi pada 2021 erat kaitannya dengan ditutupnya sejumlah penerbangan. Bali yang banyak mengekspor produk segar seperti buah-buahan maupun tuna tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar karena ketiadaan transportasi udara yang melakukan pengangkutan.
Contohnya, buah naga yang akan melakukan ekspor perdana pada 2020, harus gagal dijual ke China karena negara tersebut melakukan lockdown. Padahal, petani buah naga yang ada di Singaraja telah melakukan nota kesepahaman ekspor dengan buyer hingga memenuhi segala kualifikasi produk seperti ukuran buah hingga kebersihan.
Begitu juga dengan manggis yang mengalami panen raya pada Maret 2020, terpaksa dibatalkan ekspornya karena tidak adanya penerbangan langsung menuju China. Eksportir Bali pun tidak dapat memanfaatkan pesawat charter untuk membawa manggis karena tingginya anggaran yang harus dikeluarkan.
Berdasarkan informasi yang didapat Bisnis, pada 9 Januari 2021 ini, rencananya, akan dilakukan ekspor manggis ke Shanghai, China. Jika jadi terealisasi, ini akan menjadi yang ekspor pertama tahun ini bagi Bali.
"Pada 2018, manggis masuk 10 besar produk ekspor dengan nilai mencapai US$800 juta karena tingginya demand, tetapi 2019 panennya buruk sehingga nilai ekspor menurun. Harusnya 2020 bisa, tetapi ada pandemi," katanya.