Bisnis.com, DENPASAR - Masyarakat di Kabupaten Badung kini dapat bernafas lega. Meskipun di tengah kekhawatiran pandemik Virus Corona (Covid-19) dan tidak bekerja, namun kebutuhan pokok tetap terjamin oleh bantuan LPD (Lembaga Perkreditan Desa.
Ada tangan LPD (Lembaga Perkreditan Desa) Kedonganan yang turut membantu warga dengan membagikan sembako senilai Rp500.000 kepada 1.200 Kepala Kelurga (KK) selama 3 bulan sejak April hingga Juni.
Keberadaan LPD Kedonganan ini bagaikan angin segar bagi masyarakat. Dengan bantuan tersebut, setidaknya warga yang tidak bisa bekerja tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Menurut Ketua LPD Kedonganan Ketut Mandra, adanya pemberian sembako ini diharapkan dapat lebih meringankan beban masyarakat dalam menjalani kondisi saat ini, yang menyebabkan tutupnya sejumlah tempat usaha masyarakat, sehingga perekonomian menjadi terpuruk.
“Untuk pembagian sembako ini, sepenuhnya diambil dari Laba LPD tahun buku 2019,” katanya saat dihubungi oleh Bisnis, Senin (27/4/2020).
Dia menjelaskan, untuk sembako yang dibagikanpun sepenuhnya melibatkan masyarakat setempat, baik dari supplier maupun pedagangnya. Sehingga sirkulasi perekonomian bisa berjalan meski lambat dengan ditutupnya tempat usaha masyarakat Kedonganan.
LPD Kedonganan tidak sendiri, sejumlah LPD juga melakukan hal serupa seperti LPD Selat Nyuhan Bangli, LPD Bondalem Buleleng dan LPD Datah Karangasem. Selain pemberian kebutuhan pokok, LPD juga memberikan restrukturisasi kredit kepada nasabahnya, seperti yang dilakukan oleh LPD Peliatan Ubud.
Kiprah LPD di Pulau Dewata menjadi oase bagi masyarakat. Hampir setiap Desa memiliki LPD, dengan total assetnya sudah mencapai Rp24,3 trilun, mengalahkan asset BPR di seluruh Bali.
Sesuai aturan desa adat, pendayagunaan LPD diarahkan kepada usaha-usaha peningkatan tara hidup Krama (masyarakat) desa untuk menunjang pembangunan.
Ketua Lembaga Pemberdayaan LPD Bali I Nengah Karma mengatakan, di tengah pandemi Corona, pertumbuhan LPD masih relatif stabil. Pada Maret 2020 terjadi peningkatan senilai 0,68 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya month to month (m-t-m).
”Tapi terdapat pergerakan uang di LPD, terutama yang berada di kawasan pariwisata,” tuturnya.
Dia menjelaskan, pergerakan uang ini disebabkan oleh perpindahan Krama Tamiu dan Tamiu yang dirumahkan dan di PHK, sehingga mereka memilih untuk pulang kampung dengan menarik sebagian atau seluruh tabungan, yang semula disimpan di LPD tempatnya merantau, kemudian dipindahkan ke LPD yang berada di kampung halaman.
“Jadi aktivitas menarik tabungan dan menyimpannya kembali di LPD yang berbeda merupakan aktivitas dari Krama Tamiu dan Tamiu yang kami lihat saat ini,” tambahnya.
Menurut Perda Provinsi Bali, No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, Krama Tamiu adalah warga masyarakat Bali beragama hindu yang tidak Mipil, tetapi tercatat di Desa Adat setempat. Sedangkan Tamiu merupakan orang selain Krama Desa Adat dan Krama Tamiu yang berada di wewidangan (lingkungan) Desa Adat untuk sementara atau bertempat tinggal dan tercatat di Desa Adat setempat.
Lebih lanjut, dia tidak merinci berapa besar jumlah pergerakan uang akibat perpindahan dana tersebut, karena hal itu sudah masuk kepada kewenangan LPD di Desa Adat. Termasuk pula dengan restruturisasi kredit yang diberikan oleh LPD dengan jumlah yang berbeda, sesuai kebijakan yang diterapkan masing-masing wilayah.
Pengamat LPD dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja Nengah Suarmanayasa mengatakan, LPD merupakan lembaga keuangan yang didirikan untuk melayani masyarakat desa yang tidak bankable, sehingga lebih banyak memberikan kredit dalam jumlah kecil kepada sebagian besar kreditur.
“LPD hadir sebagai jawaban atas ketidakmampuan masyarakat desa mengakses bank yang mengharuskan adanya jaminan saat mengajukan kredit,” katanya.
Menurutnya, kondisi nasabah yang berada di desa ini turut berpengaruh terhadap pertumbuhan LPD di tengah pandemi Corona. Perekonomian masyarakat desa relatif stabil, dengan kehidupan yang lebih sederhana dibandingkan masyarakat kota, yang menyebabkan penggunaan uang menjadi lebih terbatas.
“Masyarakat desa yang mendepositkan uang di LPD adalah petani, hal ini dilakukan setelah mereka panen dan kehidupan sehari-harinya tidak tergantung pada dana tersebut, jadi deposito di LPD aman-aman saja,” ungkapnya.
Dia menuturkan, pada kondisi normal, masyarakat desa akan menarik uang deposito atau tabungan tersebut untuk upacara keagamaan. Sedangkan saat ini, karena adanya imbauan dari pemerintah untuk menghindari adanya keramaian, maka kegiataan keagamaan akan diminimalisir, sehingga masyarakat tidak perlu menarik tabungannya saat wabah Corona.
Selain minimnya penarikan tabungan, pembayaran bunga dan angsuran kredit di LPD juga tetap berjalan. Hanya saja, menurutnya, aktivitas menabung yang menjadi berkurang. Hal ini disebabkan karena masyarakat desa sedang menambah jumlah simpanan uang tunai dirumah sebagai upaya untuk berjaga-jaga dengan adanya COVID-19 yang masih sulit diprediksi kapan akan berakhir.
Dia menuturkan, aktivitas meminjam kredit baru juga berkurang, seperti misalnya mengadakan upacara pernikahan yang biasanya meminjam uang di LPD, namun karena adanya pandemi Corona masyarakat lebih memilih untuk menunda atau mengadakan pernikahan yang lebih sederhana tanpa harus melakukan pinjaman di LPD.
“Jadi penurunan aktivitas di LPD hanya dipengaruhi oleh berkurangnya kegiatan menabung dan peminjaman kredit baru oleh masyarakat desa,” tuturnya.
Sementara itu, sambungnya, dalam Perda LPD mewajikan keuntungan sebanyak 20 persen digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Sementara 5 persen keuntungan bersih LPD digunakan untuk dana sosial.
“Artinya 25 persen dari total keuntungan LPD dikembalikan ke krama desa dan saat ini bisa digunakan untuk penanganan pandemi Corona yang bersifat lebih urgent,” jelasnya.
Dia menyebutkan, pada akhir 2019 laba LPD se-Bali tercatat senilai Rp635 miliar, yang artinya ada dana senilai Rp31 miliar berupa dana sosial LPD yang dapat digunakan untuk membantu warga desa terdampak virus Corona.