Kabar24.com, JAKARTA — Pengusaha nasional yang juga pemilik kelompok bisnis Artha Graha Tomy Winata memberi kesaksian di persidangan kasus sengketa kepemilikan Hotel Kuta Paradiso dengan terdakwa, Harijanto Karjadi.
Harijanto Karjadi merupakan pemilik dan Direktur PT Geria Wijaya Prestige (GWP). GWP tercatat sebagai pengelola Hotel Kuta Paradiso yang saat proyek pembangunannya puluhan tahun silam memeroleh pendanaan dari sindikasi perbankan.
Saat memberi kesaksian di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Selasa (3/12/2019), Tomy Winata mengatakan bahwa keputusannya mengambil alih piutang dari PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk. terhadap GWP, bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Bank CCB Indonesia sebagai investor di Indonesia.
“Tujuannya bukan karena nilai ekonominya, tetapi karena rasa keadilan atas permasalahan hukum yang timbul sehubungan dengan utang piutang antara Bank Sindikasi dengan PT GWP, di mana eks direktur bank yang memberi pinjaman menjadi tersangka oleh penegak hukum karena dituduh menggelapkan sertifikat yang menjadi jaminan utang GWP," ujarnya dikutip dari risalah kesaksian yang disampaikan di persidangan.
Sebagai warga negara Indonesia dan juga sebagai pengusaha yang kebetulan pemilik lembaga perbankan, dia menilai bagaimana mungkin pihak yang berada pada posisi yang telah memberikan dan meminjamkan dana untuk digunakan terdakwa Harijanto Karjadi, justru menjadi tersangka dengan tuduhan menggelapkan sertifikat.
“Padahal sertifikat tersebut berada dibawah CCB Indonesia sebagai agen jaminan adalah sebagai jaminan utang, tidak dimiliki karena pemilik sertifikatnya tetap terdakwa. Sehingga menurut saya ada proses hukum yang tidak tepat, hal ini tentu saja tidak baik untuk dunia investasi Indonesia, khususnya CCB Indonesia yang pemiliknya adalah pihak investor asing,” katanya.
Baca Juga
Padahal, lanjutnya, saat ini pemerintah berusaha keras untuk menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
“Saya membeli piutang ini untuk menghindari kemungkinan permasalahan ini dapat menganggu kepercayaan investor baik lokal maupun asing khususnya investor dari Tiongkok. Sekali lagi yang melatar belakangi saya mengambilalih/membeli piutang yang dimiliki oleh Bank CCB Indonesia bukan dikarenakan untuk mendapatkan keuntungan secara finansial, tetapi dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Bank CCB Indonesia,” katanya.
Dia menilai investor membutuhkan adanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha yang artinya bagi para investor butuh satu ukuran yang menjadi pegangan dalam melakukan kegiatan investasinya.
Dengan tidak adanya kepastian hukum, akan berdampak bagi minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Melalui keterangan resminya Minggu (1/12/2019), Koordinator Tim Kuasan Hukum Harijanto Karjadi, Petrus Bala Pattyona menyatakan pihaknya belum melunasi utang yang diperoleh pada 1995 untuk membangun Hotel Kuta Paradiso, karena masih terjadi sengketa klaim pemegang hak tagih piutang.
Sengketa klaim terkait dengan kepemilikan hak tagih (cessie) piutang eks sindikasi GWP itu melibatkan Fireworks Ventures Limited, dan beberapa pihak lainnya, termasuk pengusaha Tomy Winata yang membeli porsi hak tagih piutang GWP yang sebelumnya diklaim Bank China Construction Bank Indonesia (CCB).
“Fireworks mengklaim memiliki seluruh hak tagih piutang PT GWP, sementara beberapa yang lainnya, termasuk Tomy Winata mengklaim memiliki sebagian hak tagih itu. Nah, proses hukum sengketa ini masih berlangsung,” kata Petrus.
Petrus Bala Pattyona memaparkan sengketa mengenai klaim kepemilikan piutang GWP masih bergulir, di antaranya adalah gugatan wanprestasi yang diajukan Tomy Winata terhadap PT GWP dan Harijanto Karjadi dkk. selaku penjamin dalam perkara 233/Pdt.G.2018/PN.Jkt.Pst di PN Jakarta Pusat.
Dalam perkara itu, Tomy Winata yang membeli hak tagih piutang dari Bank CCB di harga Rp2 miliar pada 12 Februari 2018 melalui akta bawah tangan menuntut ganti rugi lebih dari US$30 juta kepada PT GWP serta Harijanto Karjadi dkk. Namun, seluruh gugatan itu ditolak majelis hakim.
Atas putusan itu, Tomy Winata melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, mengajukan banding.
Sementara itu, Fireworks Ventures Limited mengajukan gugatan kepada Tomy Winata dan Bank CCB dalam perkara No. 555/pdt.G/2018/PN. Jkt. Utr. Dalam perkara ini, majelis hakim memutuskan Bank CCB dan Tomy Winata telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan pengalihan hak tagih piutang PT GWP pada 12 Februari 2018, dan menyatakan pengalihan itu tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Terhadap putusan ini, Bank CCB lewat kuasa hukum Otto Hasibuan mengajukan banding. Hal serupa ditempuh Tomy Winata melalui kuasa hukum Maqdir Ismail.
“Persoalannya adalah, kepada siapa PT GWP saat ini berutang? Karena Fireworks mengklaim memiliki seluruh piutang tersebut, sementara itu ada pihak lain yang turut mengklaim memiliki sebagian piutang itu, termasuk kini Tomy Winata,” katanya.
Petrus Bala Pattyona menjelaskan GWP tentu saja akan mengupayakan penyelesaian kewajiban utangnya kalau pemegang hak tagih piutang sudah memiliki kedudukan hukum yang solid dan final.
“Jadi jangan salah paham. Penyelesaian utang PT GWP bukan melalui mekanisme membayar utang kepada BPPN, tapi BPPN menjual piutang kepada pihak ketiga. Dengan demikian, tak mungkin BPPN menerbitkan SKL untuk PT GWP,” jelasnya.
Petrus mendesak semua pihak menghormati hukum dengan cara menunggu proses hukum sengketa kepemilikan piutang PT GWP itu tuntas.
“Karena akar dari seluruh perkara yang terkait dengan PT GWP ini adalah sengketa klaim hak tagih piutang.”