Bisnis.com, DENPASAR - Sejumlah rumah sakit swasta di Bali sudah merintis status sebagai destinasi wisata kesehatan dan kualitasnya pun sudah diakui oleh sejumlah wisatawan mancanegara.
Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Bali Gede Wiryana Patra Jaya menuturkan rumah sakit tersebut adalah RS BROS, dan Siloam, BIMC Kuta dan Nusa Dua yang menyatakan siap melayani medical tourism. Adapun spesialisasi yang telah dipercaya wisman seperti bedah plastik, bayi tabung, dan perawatan gigi.
“Baru empat RS [yang melayani medical turism], RS Bros, Siloam, sama BIMC Kuta dan Nusa Dua. Itu yang sudah siap dan mulai,” tuturnya ditemui di Jimbaran, Rabu (30/10/2019).
Patra mengungkapkan layanan bayi tabung di RS Bros sudah diminati wisatawan asal China. Adapun bedah plastik di RS Bros, Siloam dan BIMC juga diminati oleh wisatawan Australia. Hal yang sama juga terjadi untuk pelayanan perawatan gigi di salah satu pusat perawatan di Denpasar.
Menurutnya, ketertarikan wisatawan dari China maupun Australia tersebut disebabkan pertimbangan kualitas tetapi harganya lebih murah jika dibandingkan dengan di negaranya. Dia menekankan ketertarikan pasien asing tersebut murni karena pelayanan dan bukan kebetulan ketika mereka sedang berlibur di Pulau Dewata.
“Jadi ada namanya medical tourism dan Travel Medical itu sebenarnya beda. Kalau medical tourism itu mereka ke sini mau berobat dan sisanya liburan kalau travel medical itu mereka liburan kemudian ada masalah baru memanfaatkan pelayanan medis disini,” tutur mantan direktur rumah sakit daerah di Tabanan ini.
Menurutnya, salah satu kendala dan tantangan penerapan wisata kesehatan adalah konektivitas dengan petugas medis di negara asalnya. Patra mencontohkan untuk pasien bayi tabung, pihaknya akan terlebih dulu berkomunikasi dengan tenaga medis di negara pasien untuk kemudian memberikan penjelasan mengenai metode dan sistem pelayanan. Menurutnya, pendekatan itu dilakukan untuk menjamin dan memberikan kenyamanan bagi pasien.
Diakuinya, pada saat ini medical tourism di Bali masih berkembang secara sendiri-sendiri. Kondisi itu terjadi karena saat ini belum ada wadah yang menaungi serta regulasi pun belum ada yang mengatur sehingga pelaku usaha harus berinovasi.
Diharapkan kedepannya ada regulasi yang menaungi medical tourism ini mengatur tentang persyaratan bagi rumah sakit untuk dapat memulai medical tourism. Ke depannya diharpakan ada dibentuk komite wisata kesehatan oleh pemerintah yang diisi pakar kesehatan seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia dan Thailand.
“Mereka ini yang bisa memberikan informasikan kelengkapan wisata kesehatan. Kami pihak rumah sakit ingginya fokus dengan pelayanan dan tidak memikirkan lagi bagaimana hotel untuk pasien sehingga bisa meningatkan mutu pelayanan,” tuturnya.