Bisnis.com, DENPASAR — Paska ditangkap di Jakarta oleh petugas Polda Bali, Ketua Kadin Bali Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra langsung dijebloskan ke sel Mapolda Bali.
Direskrimum Polda Bali Kombes Andi Fairan menegaskan ketua Kadin Bali tersebut dinilai akan melarikan diri. Pihaknya juga sudah melakukan panggilan untuk pemeriksaan tetapi yang bersangkutan tidak hadir. Hal itu yang menjadi pertimbangan pihaknya menangkap di Jakarta.
“Kami monitor Senin [8/4/2018] ke Jakarta dan kami lihat indikasi melarikan diri. Ketika saya melihat permohonannya tidak patut dan tidak wajar, karena itu kami khawatir melarikan diri,” jelasnya di Mapolda Bali, Kamis (11/4/2019).
Adapun kasus yang disangkakan kepada Alit adalah penipuan, sesuai laporan dari Sutrisno Lukito Disastro dan Abdul Satar. Pada 2012, kedua pelapor berniat melakukan kerja sama untuk pengembangan dan pembangunan kawasan Pelabuhan Benoa seluas 400 Ha, menggunakan wadah PT Bangun Segitiga Mas. Untuk itu, keduanya dan sejumlah orang-yang salah satunya Alit, bekerjasama mengurus perizinan termasuk surat rekomendasi dari Gubernur Bali.
Kombes Andi menceritakan untuk meloloskan perizinan tersebut, Sutrisno sepakat membayar Rp30 miliar. Dalam perkembangnya uang senilai Rp16 miliar sudah ditransfer.
Diharapkan dari dana tersebut, perusahaan ini mendapatkan surat rekomendasi dari Pemprov Bali. Namun, hingga jangka waktu yang ditunggu-tunggu, rekomendasi pengembangan dan pembangunan kawasan Pelabuhan yang dijanjikan ternyata tidak pernah keluar.
Hasil pengakuan dari Alit, dana senilai Rp16 miliar tersebut ternyata mengalir ke empat orang. Alit mendapatkan jatah sekitar Rp2 miliar, pria berinisial C Rp4,5 miliar, inisial J Rp1,1 miliar. Penerima terbanyak aliran dana itu adalah pria berinisial S senilai Rp7,5 miliar ditambah US$80.000.
“Kata tersangka, menurut dia penyerahan ke S dalam kapasitasnya memberikan saran, petunjuk dan arahan. C untuk menggambar dan J kapasitas mengecek legalitas dan format-format,” tutur Kombes Andi.
Dijelaskan Kombes Andi, ketiga orang selain Alit yang menerima aliran dana sudah diperiksa sebagi saksi-saksi. Diakuinya saat ini pihaknya masih terus menelusuri aliran dana tersebut apakah benar berdasarkan karena perjanjian masalah perizinan atau hal lain. Hanya ditegaskan olehnya bahwa bisa saja penerima dana terbesar dapat ditetapkan sebagai tersangka jika bukti-bukti cukup kuat.
Menurutnya, selain saksi penerima dana, pihaknya juga sudah memeriksa petugas dari Bappeda Bali dan Badan perizinan. Hasil pemeriksaan diketahui bahwa Bappeda maupun badan perizinan Bali tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi atas nama PT Bangun Segitiga Mas untuk mengembangkan pelabuhan Benoa seluas 400 Ha.
Sementara itu saat digelandang menuju tahanan, Alit menjelaskan bahwa kerja sama ini sebenarnya bukan antara dirinya dan Lukito. Caleg Gerindra untuk DPR RI dari Dapil Bali itu menegaskan kerja sama itu antara pengusaha berizinial S dengan Lukito.
Mantan Ketua Kadin Badung ini menuturkan kedua orang itulah yang mengatur pertemuan dengan Lukito. Lebih lanjut dituturkan, pengusaha S menerima jatah dana paling besar yakni 50%. Sisanya dibagi antara dirinya, pengusaha berinisial J dan C.
“Kenapa S, karena awalnya Lukito dan S ini kesepakatannya antara Lukito dan S, bukan saya. Saya diminta pengganti. [S itu], beliau putra gubernur saat itu, maka saya dimintai mengganti beliau,” paparnya.
Dia juga membantah tudingan jika dirinya ke Jakarta hendak melarikan diri.