Bisnis.com, JAKARTA—Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan meresmikan beberapa pembangunan infrastruktur sektor ESDM di Nusa Tenggara Timur, Sabtu (23/3/2019).
Infrastruktur sektor ESDM yaitu Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJU-TS), Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) dan Sumur Bor Air Tanah.
Terkait sejumlah peresmian infrastruktur sektor ESDM di NTT, Jonan mengatakan bahwa daerah tersebut memerlukan perhatian yang lebih baik.
“Pembangunan harus berkeadilan sosial,” tuturnya dalam keterangan tertulis.
Jonan mengaku tergerak melihat rasio elektrifikasi di NTT yang terbilang rendah, sehingga pihaknya ingin datang langsung melihat kondisi NTT.
"Provinsi NTT untuk rasio elektrifikasi paling rendah, saya memerintahkan PLN akan mati-matian untuk memenuhi 90%," katanya.
Tahun lalu, sebanyak 1.034 titik PJU-TS terpasang di Kota Kupang (175 titik) dan Kab. Belu (425 titik).
Rencananya, NTT juga akan mendapatkan tambahan PJU-TS 2.000 titik pada 2019. Dengan adanya penambahan PJU-TS di NTT, diharapkan jalan-jalan umum lebih terang, sementara tagihan listriknya lebih hemat.
Sementara untuk pembangunan LTSHE, Provinsi NTT merupakan salah satu wilayah yang mendapat alokasi pemasangan LTSHE sebanyak 4.284 unit yang tersebar pada 9 Kabupaten, yaitu Ende (89 unit), Flores Timur (555), Lembata (231), Alor (274), Sumba Timur (1.488), Sumba Tengah (532), Timor Tengah Selatan (766), Timor Tengah Utara (115), dan Belu (234).
Khusus pembangunan sumur bor air tanah, pada 2018 telah dibangun sebanyak 11 unit yang tersebar di 5 kabupaten NTT, dengan kapasitas produksi air bersih mencapai 581 ribu m3/tahun, yang mampu melayani sebanyak 25,6 ribu jiwa penduduk.
"Air bersih ini penting sekali. Kalau gak ada lampu bisa pakai lilin untuk penerangan. Tapi, kalau gak ada air bersih, pakai apa? Apalagi banyak daerah NTT sulit air," tambahnya.
Jawa Dominasi Pembangunan Bor Air Tanah
Sebelumnya, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan pembangunan sumur bor sebanyak 650 titik yang masih berpusat di Pulau Jawa pada 2019.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudy Suhendar mengatakan pihaknya punya kepentingan untuk mengeksplorasi daerah-daerah sulit air.
Pasalnya, tidak semua daerah memiliki air yang cukup di bawah tanah. Untuk itu, pihaknya mendapat tugas untuk melaksanakan pengeboran di daerah sulit air dengan kedalaman sekitar 100 meter ke bawah.
"Tujuannya memberi akses masyarakat yang kekurangan air untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi ini bukan untuk pertanian dan industri, khusus kebutuhan masyarakat," katanya.
Proyek pemerintah yang sudah dimulai sejak 2005 ini, telah dibangun sebanyak 2.288 sumur bor hingga 2018. Padahal, pengajuan pembuatan sumur bor dari Kabupaten/Kota selama ini, mencapai 8.000 titik.
Sumur bor tersebut berhasil mengeluarkan debit air sebanyak 144,4 juta meter kubik per tahun dan melayani 6,6 juta jiwa penduduk. Rudy mengatakan dari rencana pembangunan sumur bor sebanyak 650 titik pada tahun ini, memang masih terpusat di Pulau Jawa.
Adapun, Kawasan Timur Indonesia yang relatif mengalami kesulitan air bersih seperti NTB, NTT dan Papua tidak menjadi lokasi favorit pembangunan sumur bor ini.
Selama tiga tahun terakhir, baru ada 18 sumur bor yang terbangun di NTT, sementara di NTB sebanyak 27 sumur bor dan Papua 17 sumur bor.
"Di Jawa banyak juga daerah yang sulit air, tapi kita juga gak tinggalkan NTT," katanya.
Menurutnya, alasan mengapa pembangunan sumur bor masif di Pulau Jawa dengan memperimbangkan kepadatan penduduk. Nusa Tenggara Timur dianggap sebaran populasinya masih jauh dibandingkan dengan Pulau Jawa, sehingga kebutuhan air masyarakatnya juga berbeda.
"Untuk NTT, selain kesulitan teknis, sebarannya di sekitar Kupang memang banyak yang perlu air, tapi disurvei di sana memang airnya enggak ada," tambahnya.