Bisnis.com, DENPASAR—Ratusan korban pinjaman daring mengadu ke Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Bali.
Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali I Putu Armaya mengatakan sepanjang awal tahun ini telah menerima pengaduan dari ratusan konsumen yang terbelit berbagai masalah pinjaman daring.
“Yang telah resmi melayangkan pengaduan 9 orang, sedangkan ratusan lainnya baru menyampaikan melalui telepon, whatsapp, dan taraf konsultasi,” katanya, Selasa (19/2/2019).
Menurut Armaya para konsumen yang menjadi korban itu telah menyerahkan data terkait masalah yang dihadapi dan akan segera ditindaklanjuti.
Kehadiran pinjaman daring yang berbasis teknologi finansial itu memberikan angin segar bagi masyarakat terutama dari sisi kemudahan mengakses.
Namun, lanjutnya, ada risiko besar mengintai para konsumen jika tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Baca Juga
Ia menyebut saat terlambat membayar cicilan, misalnya, penagih meneror dan menyebarkan data pribadi konsumen ke media sosial.
“Ada yang mengaku dipermalukan lantaran data pribadi dan masalah pribadi dikirim ke follower di medsos,” kata Armaya.
Si korban berupaya memblok nomor si penagih, tetapi teror terus dilaukan dengan menggunakan nomor teepon genggam yang lain.
Ada pula yang mengaku terganggu karena foto diri konsumen yang sedang menyusui anaknya tersebar di sejumlah medsos yang diikuti.
Armaya mengatakan tindakan yang dilakukan para penagih ini sudah keterlaluan, apalagi lembaga pinjaman daring mengenakan sistem bunga yang tinggi.
Dari data pengaduan yang ia terima sebagian besar konsumen mengajukan pinjaman tak lebih dari Rp 2 juta, tetapi bunga yang harus dibayar bisa berlipat dari pinjaman yang diterima.
Armaya masih melakukan pengecekan legalitas jasa keuangan nonperbankan ini agar bisa mengambil langkah pelayanan. Kata dia Otoritas Jasa Keuangan hanya melakukan pengaturan dan pengawasan jasa keuangan perbankan dan nonperbankan serta lembaga jasa keuangan lain termasuk tekfin yang terdaftar saja.
Padahal, yang banyak melakukan pelanggaran secara masif yang tidak terdaftar. Kata dia tekfin nakal ini melanggar pasal 4 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yakni konsumen berhak mendapatkan informasi yang baik benar dan jujur.
Bisa pula dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan transmisi dan memindahkan informasi elektronik milik orang lain akan dipidana dengan penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Satgas Waspada Investasi (SWI) mulai Juli 2018- Februari 2019 menemukan 635 entitas tekfin ilegal yang tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Dia mengutip OJK agar masyarakat menggunakan layanan 99 perusahaan tekfin yang telah terdaftar di OJK.