Bisnis.com, DENPASAR—Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana menargetkan mulai 2019, minimal 10 subak abian atau subak lahan kering komoditas kakao lolos sertifikasi organik.
Semakin banyak subak abian lolos sertifikasi organik, maka potensi meningkatkan kualitas hasil komoditas akan semakin lebar. Sertifikasi organik itu pun dapat menjadi modal untuk bergabung dengan Koperasi Kakao Kerta Samaya Samaniya (KKS) yang saat ini berhasil mengekspor langsung kakao fermentasi ke produsen cokelat seperti Valrhona, Prancis.
“Tahun ini baru 38 subak abian dan mudah-mudahan akhir tahun ini bisa tambah 3 subak abian gabung. Kalau tahun depan target kami menambah 10 subak abian. Susah memang karena keterbataan anggaran tetapi akan diupayakan,” papar Kadis Pertanian dan Pangan Jembrana Wayan Sutama, Minggu (9/9/2018).
Diakuinya untuk sertifikasi organik sangat rumit dan membutuhkan waktu lama. Kebun milik petani akan dinilai terlebih dulu apakah pantas atau tidak untuk mengantongi sertifikasi. Audit sertifikasi dilakukan oleh tim ahli yang sudah memiliki standar internasional.
Upaya itu penting ditempuh untuk meningkatkan penetrasi subak abian yang menerapkan sistem kakao lestari. Sutama menyatakan akan membantu mewujudkan sertifikasi dengan memberikan bantuan berupa alat mesin pertanian hingga untuk fermentasi kakao hingga masalah pemberdayaan kelembagaan.
Menurutnya, potensi kakao lestari di Jembrana sangat besar. Luasan lahan pertanian kering di daerah ini mencapai 19.000 Ha, tetapi baru 6.500 Ha dimanfaatkan menjadi kebun kakao. Dari total luasan kakao tersebut, belum semuanya mendapatkan sertifikasi organik.
“Memang perlu waktu dan tidak mudah dengan PAD Jembrana yang terbilang kecil dibandingkan dengan daerah lain di Bali. Satu hal yang pasti sertifikasi organik ini terbukti sudah meningkatkan daya tawar petani terhadap buyer dan komoditas kakao bisa menjadi andalan daerah,” jelasnya.