Bisnis.com, GIANYAR -- Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gianyar, Bali menggelar bimbingan teknis pembuatan alat tangkap bubu lipat ramah lingkungan demi meningkatkan produksi lobster di kawasan itu.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan (DKPKP) Kabupaten Gianyar Ni Made Jepun mengatakan kebijakan pembangunan di bidang kelautan dan perikanan saat ini ditekankan pada program perikanan yang berkelanjutan.
“Pelatihan ini sangat perlu agar produksi lobster terus melimpah dan nelayan bisa menangkap lobster secara bijak dan tidak merusak lingkungan,” tuturnya, Selasa (4/9/2018).
Saat ini, prospek perikanan tangkap, khususnya lobster, sangat bagus. Apalagi, harga lobster di pasaran sangat menggiurkan.
Lobster mutiara, misalnya, harga di pasaran bisa mencapai Rp500.000-Rp700.000 per kilogram (kg).
Program pelatihan ini diimplementasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan diberlakukannya kebijakan moratorium izin usaha penangkapan ikan untuk kapal berukuran lebih besar dari 30 gross tonage (GT).
Aturan lain yang terkait adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pelarangan Pengoperasian Alat Tangkap Pukat Tarik dan Pukat Hela.
Kedua kebijakan tersebut diberlakukan sebagai upaya pelestarian Sumber Daya Alam (SDA) perairan dalam jangka panjang, sekaligus upaya pemulihan sumber daya perairan yang telah mencapai ambang batas kepunahan.
Dalam jangka pendek, dua regulasi itu diharapkan nelayan tidak lagi menggunakan alat tangkap yang dilarang. Dengan demikian, perlu dicarikan solusi sehingga agar nelayan dapat melaut dengan menggunakan alat tangkap yang selektif dan ramah lingkungan.
Adapun data 2017 menunjukkan produksi lobster di kawasan itu mencapai 10,8 ton per tahun. Tercatat ada 6 kelompok nelayan lobster di Pantai Lebih, terdiri atas 3 kelompok nelayan di Kecamatan Blahbatuh dan 3 kelompok di Kecamatan Sukawati.
Selama ini, hanya nelayan di Banjar Kubu, Kecamatan Sukawati yang menggunakan alat tangkap bubu untuk menangkap lobster. Sementara itu, sisanya menggunakan jaring klitik atau dikenal dengan istilah jaring udang.
“Melihat produksi lobster yang cukup banyak dan harga yang menggiurkan, kami berupaya mendorong produksi nelayan dengan mengadakan pelatihan pembuatan bubu alat tangkap yang ramah lingkungan sehingga hasil yang didapat cukup banyak dengan tidak merusak sumber daya alam perairan,” terang Made.
Alat tangkap ramah lingkungan seperti bubu dinilai masih dapat terus dikembangkan. Adapun keunggulan bubu adalah penempatan alatnya mudah, pengoperasiannya mudah, mutu hasil tangkapannya baik, dan dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat penangkap ikan lainnya tidak bisa digunakan.
Bubu lipat juga cukup efektif karena hanya menangkap ikan yang menjadi target dan 87,5% lebih efisien dibandingkan bubu konvensional karena bisa dilipat.