Bisnis.com, MANGUPURA--Kementerian Pertanian terus melakukan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah penanganan dan pengolahan pangan, menekan kehilangan makanan, mengoptimalkan pengolahan limbah serta pendekatan hilirisasi dalam konsep Agroindustri 4.0.
Kepala Balai Besar Penelitian Pascapanen Pertanian Prof Risfaheri mengatakan langkah tersebut untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penduduk dunia yang diprediksi mencapai 9,5 miliar jiwa pada tahun 2050 diikuti dengan peningkatan kebutuhan pangan sebesar 60%.
“Inovasi yang dilalukan salah satunya teknologi penanganan dan pengolahan komoditas hortikultura pascapanen untuk menekan kerugian bagi petani, masyarakat, dan pelaku usaha,” katanya, Rabu (29/8/2018).
Baca Juga
Risfaheri menyampaikan hal tersebut saat membuka Konferensi Internasional Ke-2 Penanganan dan Pengolahan Pascapanen Pertanian. Konferensi yang berlangsung 29-31 Agustus ini diikuti sejumlah pakar pertanian dari 10 negara yakni Indonesia, Prancis, Irlandia, Inggris, Taiwan, Malaysia, Jepang, Thailand, Singapura dan Australia.
Menurut dia komoditas hortikultura rentan mengalami kerugian karena tidak tahan lama jika tidak mendapat penanganan dengan menggunakan teknologi pertanian pascapanen.
Teknologi merupakan elemen penting untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, di sampng berpotensi besar memenuhi pasar ekspor, misalnya komoditas mangga, salak dan manggis yang telah dikirim ke sejumlah megara.
Peneliti Utama Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Kementerian Pertanian Prof Sri Widowati mengatakan inovasi teknologi pertanian yang dikembangkan di antaranya ‘controlled athmosphere storage’ (CAS) dan ‘instore drying.’
Dia menjelaskan CAS dilakukan dengan modifikasi internal lingkungan penyimpanan komoditas di antaranya seperti cabai melalui teknik pengendalian temperatur dan kelembaban.
"Dengan teknologi CAS yang kami punya, itu (daya tahan) bisa dua bulan atau lebih," katanya.
Selain itu ada inovasi baru ‘instore drying’ yang merupakan sistem pengeringan-penyimpanan dengan mengatur kondisi sesuai kondisi optimal untuk proses pengeringan-penyimpanan bawang merah.
“Proses ini lebih efektif dan efisien dibandingkan penjemuran secara konvensional yang dilakukan para petani,“ ujarnya.