Bisnis.com, NUSA PENIDA -- Masa depan pertanian rumput laut di Nusa Penida, Bali semakin sulit dikembangkan lantaran bersaing dengan perkembangan pariwisata di pulau ini.
Awalnya, Nusa Penida terkenal sebagai daerah penghasil rumput laut berkualitas tinggi dan layak ekspor. Namun, seiring berkembangnya pariwisata, banyak orang beralih ke sektor pariwisata dan meninggalkan pertanian rumput laut.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali Causa Iman Karana mengatakan untuk memerangi kondisi ini pihaknya sudah membina 25 petani yang masing-masing mengelola 5-8 petak lahan pertanian. Satu lahan pertanian memiliki luas rata-rata 25 are, sekitar 10 hektare (ha).
Awalnya, lokasi pertanian rumput laut ada di beberapa titik di Nusa Penida. Tetapi, yang sekarang masih bisa dibina dan dikembangkan hanya di Desa Suwana.
"Semangat petani rumput lautnya banyak berorientasi ke pariwisata dan tantangannya memang cukup berat," ujarnya, Minggu (15/7/2018).
Iman menuturkan jika pemerintah mengeluarkan kebijakan zonasi kawasan di Nusa Penida, maka pertanian rumput laut dapat kembali dikembangkan.
Dia menilai semakin banyaknya kapal cepat yang beroperasi, laut menjadi tercemar dengan solar. Kondisi ini sangat mempengaruhi pertanian rumput laut.
Apalagi, petani rumput laut di Nusa Penida sebagaian besar tidak menjemur dengan bersih. Rumput laut yang dipanen dijemur begitu saja di jalanan sehingga terkontaminasi debu.
Data Dinas Kelautan dan Perikanan Bali menyebutkan 90% pertanian rumput laut Bali berada di Klungkung. Sementara itu, sisanya menyebar di beberapa wilayah seperti di Badung dan Buleleng.
Pada 2017, produksi rumput laut di Bali mengalami penurunan hingga 99% menjadi 597,71 ton jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 100.856 ton.
Bahkan, pada 2014 ketika musim tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan rumput laut, produksinya tetap masih tinggi yakni mencapai 84.336,3 ton.