Bisnis.com, DENPASAR – Kawasan Bali Utara memiliki 65% potensi energi listrik tenaga matahari dari total kemampuan seluruh wilayah Bali sehingga pulau ini lebih cocok untuk dibangun pembangkit listrik dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Didit Haryo Wicaksono, Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia, menilai sebenarnya Bali berada dalam kondisi surplus energi.
Adapun daya lisrik tertinggi Bali pada Oktober 2016 mencapai 850 MW. Saat ini Bali potensi listrik di Bali sebesar 1.200 MW.
Menurutnya, jika Bali ingin membangun pembangkit energi listrik sudah seharusnya memanfaatkan EBT. Sebab, potensinya sangat besar, terutama di wilayah Bali Utara yang rencananya akan dibangun PLTU batu bara.
“Kita hanya membutuhkan kemauan di Bali ini apalagi pulau ini memiliki keinginan untuk menjadi provinsi yang sustain,” katanya hari ini Kamis (24/5/2018).
National Director Centre For Energy Research Asia (CERA) Adhityani Putri mengatakan ada enam lokasi di Bali sesuai dengan Rancangan Usaha Penyedian Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 yang memiliki potensi pembangunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTG).
Enam lokasi itu yakni di Bayuwedang Buleleng, Seririt Buleleng, Batukaru Tabanan, Penebel Tabanan, Buyan Beratan, dan Kintamani Batur. Total potensinya yakni sebesar 356 MW.
Menurut dia, selain itu potensi tenaga surya di Bali juga cukup tinggi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik. Namun, hal ini terhalang biaya investasi untuk pembangunan panel surya. Selain karena impor panel surya yang dibatasi juga berakibat pada naiknya harga barang.
"Di Indonesia ada peraturan tertentu yang membuat mahal [panel surya] yakni karena impor dibatasi, apalagi 40% komponen tersebut harus dibuat di Indonesia sementara kita tidak punya manafaktur yang mumpuni," katanya.