Bisnis.com, NUSA DUA—Bisnis batu bara di Indonesia masih sangat menjanjikan, bukan hanya untuk kebutuhan energi listrik, tetapi juga energi untuk industri yang lain.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan bisnis batu bara saat ini masih terus berkembang.
Ia menyebut saat ini kebutuhan energi sangat tinggi, bahkan hingga tahun 2050 bauran energi di Indonesia sekitar 25% bersumber dari batu bara. Sedangkan hingga tahun 2025 saja, bauran energi sekitar 30%.
“Kebutuhan energi itu bukan untuk listrik saja, namun yang lain-lain juga menggunakan batubara,” katanya di ajang Coaltrans Asia Conference 2018, Selasa (8/5/2018).
Menurut Arcandra batu bara merupakan sumber energi yang tergolong terjangkau dari sisi harga. Tetapi, ketersediannya belum tentu semua daerah di Indonesia memiliki, sehingga perlu ada transfer ke daerah-daerah.
Kata dia dalam hal ini belum tentu harganya bisa lebih murah. “Perlu keselarasan antara ketersediaan energi dan harga. Batu bara memang termasuk energi dengan harga yang terjangkau dibandingkan ‘renewable energy’ yang rata-rata masih mahal,” ujarnya.
Karena renewable energy lebih mahal, maka untuk daerah-daerah tertentu kalau seandainya ada sumber energi lain yang mungkin sama dengan batubara, itu bisa diterapkan. Dalam hal ini, pemerintah juga komit untuk mengembangkan energi terbarukan.
Namun dalam mixed energy, energi baru terbarukan ditargetkan sebesar 23%, sedangkan batu bara bisa lebih tinggi. “Oleh karena itu batu bara dan ‘renewable energy’ harus disinergikan. Batu bara tetap dijalankan dan ‘renewable energy’ tetap didorong,” ujarnya.
Konferensi Ke-24 Coaltrans Asia yang berlangsung 6-8 Mei 2018 ini mengahdirkan produsen dan pembeli batu bara dari sejumlah negara. Acara ini juga dihadiri perusahaan tambang, usaha jasa, dan kontraktor terkait pertambangan.