Bisnis.com, DENPASAR—Ekspor Bali ke Jepang selama tahun 2017 (Januari-November) mencapai 60,49 juta dolar AS, atau mengalami kenaikan signifikan hingga 11,06 juta dolar AS, dibandingkan dengan periode yang sama (Januari-November 2016) sebesar 49,42 juta dolar AS.
"Dalam perdagangan ekspor-impor dengan negara lain, Indonesia hanya surplus dengan Jepang. Ekspor Indonesia ke Jepang lebih tinggi dibandingkan dengan impornya," kata Ketua Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wiraputra, dalam simposium ilmiah "Jepang dan Indonesia - 60 tahun Hubungan Kemitraan dan Prospek Untuk Massa Depan" di Gianyar, Bali, Minggu malam (28/1/2018).
Selain itu, Jepang juga merupakan negara tujuan ekspor dari Bali pada urutan ke-3, setelah Amerika dan Australia. Ekspor Bali ke Amerika, dari Januari - November 2017, itu mencapai 176,67 juta dolar AS. Naik 45,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
Ekspor Bali ke Australia dari Januari-November 2017 mencapai 118.71 juta dolar AS, naik 142,13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
"Posisi ke-4 adalah China, dimana ekspor Bali ke negeri Panda itu, periode Januari-November 2017, sebesar 36,589 juta dolar AS. Sementara posisi ke-5 adalah Perancis, dimana ekspor Bali ke negara Eiffel itu, periode Januari-November 2017, mencapai 32,654 juta dolar AS," katanya.
Ada lima besar komoditas ekspor Bali dari periode Januari-November 2017 ke pasar internasional yakni ikan tuna nilai 136,47 juta dolar AS, disusul tekstil dan produk tekstil sebesar 86,65 juta dolar AS, kerajinan kayu 77 juta dolar AS, kerajinan furniture 32 juta dolar AS dan kerajinan perak 30,39 juta dolar AS.
Sedangkan kunjungan turis Jepang ke Bali dari tahun 2012 -2017 selalu meningkat dan selalu menempati urutan ke-3 setelah Australia dan China.
"Rata-rata turis Jepang tinggal di Bali antara 9-10 hari. Ini menunjukkan kecintaan orang Jepang terhadap Bali sangat tinggi," kata Alit Wiraputra.
Dalam simposium memperingati hubungan Indonesia-Jepang ke-60 tahun menghadirkan pembicara lainnya ialah Konjen Jepang di Denpasar Hirohisa Chiba, Prof Dr I Made Bandem, seorang budayawan, dan Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta.