Bisnis.com, DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali mendorong percepatan transisi ke energi bersih melalui regulasi yang dibuat dalam dua Peraturan Gubernur (Pergub) yakni Pergub No.15 tahun 2019 dan Pergub No.48 tahun 2019.
Regulasi tersebut diterbitkan sebagai landasan hukum untuk membangun ekosistem energi bersih di Pulau Dewata. Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, menjelaskan perangkat aturan yang terdapat dalam Pergub sudah cukup lengkap untuk mempercepat transisi ke energi bersih.
Dalam Pergub No.45 tahun 2019 Bali akan mengembangkan sumber pembangkit listrik berbasis energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTBm), hingga Pembangkit Listrik Berbasis Sampah.
Pergub ini juga mendorong semua lapisan masyarakat untuk terlibat aktif dalam transisi energi Bali. Mulai dari pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMN), pelaku UMKM, pelaku usaha besar atau corporate hingga lapisan masyarakat desa adat.
Sedangkan Pergub No.48 tahun 2019 juga mengatur transisi ke kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan, bebas dari polusi udara dan polusi suara. Pergub ini juga mengatur skema investasi kendaraan listrik di Bali, yakni perusahaan luar yang hendak berinvestasi kendaraan listrik di Bali harus melibatkan atau menggandeng perusahaan lokal maupun BUMD agar terjadi alih fungsi teknologi.
Menurut Cok Ace, perangkat regulasi tersebut telah tersedia sejak 2019, namun proses sosialisasi dan realisasi soal energi bersih sempat terkendala pandemi Covid-19 selama dua tahun. “Setelah pandemi ini turun dan terkendali, kami terus berupaya melakukan implementasi dan percepatan transisi ke energi bersih,” ujar Cok Ace.
Upaya mempercepat transisi ke energi bersih untuk mewujudkan Bali mandiri energi. Saat ini, Pulau Dewata memiliki ketersediaan energi sekitar 1.153 MW, sedangkan kebutuhan Bali pada masa normal atau sebelum pandemi itu mencapai 940 MW. Dari total kebutuhan tersebut, 300 MW disalurkan dari pembangkit di Paiton, Jawa Timur. (C211)