Bisnis.com, DENPASAR - Nelayan di Pulau Serangan, Kota Denpasar merasa dibatasi aktivitasnya dengan adanya pelampung di sekitar pantau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Serangan yang dikelola Bali Turtle Island Development (BTID).
Protes pun mulai dilayangkan nelayan melalui anggota DPR RI Dapil Bali, dan juga anggota DPD. Mereka merasa dirugikan karena pembatasan aktivitas di pantai sekitar KEK. Padahal sebelumnya, masyarakat yang berkunjung maupun nelayan bebas beraktivitas.
Setelah menerima aduan, para anggota DPRD dan DPD mendatangi manajemen BTID untuk meminta klarifikasi terkait protes warga dan nelayan.
Anggota DPR RI, I Nyoman Parta menjelaskan pihak BTID tidak boleh membatasi aktivitas nelayan di pantai, karena merupakan area publik, bukan area privat milik perorangan maupun perusahaan.
Menurutnya pemerintah sudah menjamin hak publik di kawasan laut melalui Undang - Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah pasal 27 Ayat 2 yang menerangkan jika sepanjang 12 mil kawasan pantai merupakan kewenangan pemerintah daerah, bukan kewenangan perorangan maupun perusahaan.
"Jadi mohon maaf sekali, Bapak tidak bisa mengelola laut, BTID tidak bisa mengelola laut, sama sekali Bapak tidak bisa melakukan itu. Dengan berbagai alasan apapun, entah keamanan, entah narkotika, entah apalah, tidak bisa Bapak lakukan itu. Bapak tidak bisa karena alasan pembangunan harus memasang pelampung yang menyusahkan orang masuk," jelas Parta di BTID, Kamis (30/1/2024).
Baca Juga
Pemasangan pelampung yang dilakukan di BTID menurut Parta akan dihubungkan oleh publik seperti pemasangan pagar laut di Tanggerang, karena sama - sama membatasi aktivitas nelayan dan warga.
Sementara itu, jajaran BTID yang diwakili oleh Tantowi Yahya menjelaskan soal alasan pemasangan pelampung karena pertimbangan aspek keamanan. Tantowi menyebut sebelumnya kawasan pantai tersebut pernah dijadikan pangkalan BBM ilegal.
"Kalau pelampung itu dari aspek kami sebagai investor, itu kan pengamanan, karena kami punya pengalaman sebelumnya bahwa di Laguna itu pernah ada penumpukan BBM liar. Di sana karena tersembunyi, kami kan tidak bisa 24 jam di situ, yang dijaga oleh security di daerah akses masuk, akan tetapi di luar-luar itu tidak. Jadi Itu kan pengamanan sebenarnya agar supaya tidak ada lagi kasus serupa bahkan nanti lebih seram lagi misalnya umpamanya narkoba dan produk - produk lain yang diharamkan oleh peraturan perundangan," jelas Tantowi.
Karena adanya protes dari nelayan, Tantowi mengatakan akan mempertimbangkan mencabut pelampung tersebut, akan tetapi harus diputuskan melalui rapat dengan manajemen.