Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Vokasi di Bali Butuh Atensi Khusus

Bali seharusnya menjadi daerah yang dapat menyerap siswa tamatan sekolah vokasi dalam jumlah besar karena perkembangan industri pariwisata dan pertanian
Dialog Publik dengan topik Memetakan Tantangan dan Peluang Ekosistem Vokasi Bali pada Senin (18/11/2024). Penyerapan tamatan sekolah vokasi di Bali masih belum optimal dan membutuhkan kebijakan untuk dapat menyelaraskan antara kebutuhan dan pasokan. Bisnis/Harian Noris
Dialog Publik dengan topik Memetakan Tantangan dan Peluang Ekosistem Vokasi Bali pada Senin (18/11/2024). Penyerapan tamatan sekolah vokasi di Bali masih belum optimal dan membutuhkan kebijakan untuk dapat menyelaraskan antara kebutuhan dan pasokan. Bisnis/Harian Noris

Bisnis.com, DENPASAR—Bali seharusnya menjadi daerah yang dapat menyerap siswa tamatan sekolah vokasi dalam jumlah besar karena perkembangan industri pariwisata dan pertanian.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menuturkan, sektor pariwisata di Bali selama ini menyerap hingga 30 persen tenaga kerja dan diikuti oleh sektor lain seperti pertanian dalam arti luas sebanyak 20 persen. Di PHRI Bali saja menaungi sebanyak 22 asosiasi yang bergerak di berbagai bidang seperti spa, laundry, koki, hingga tata graha. Seluruh asosiasi tersebut membutuhkan tenaga terampil untuk memenuhi kebutuhan industri pariwisata.

“Ini perlu kami tekankan pada adik-adik vokasi kira-kira kemana akan arahkan sesuai minatnya dan akan dikembangkan,” jelas pria yang akrab dipanggil Cok Ace ini Dialog Publik dengan topik Memetakan Tantangan dan Peluang Ekosistem Vokasi Bali, pada Senin (18/11/2024).

Dia mencontohkan industri spa dan yoga sangat berkembang di Ubud. Hal itu sejalan dengan posisi Ubud yang tersohor sebagai pusat penyembuhan. Dengan status tersebut, dibutuhkan banyak talenta di bidang spa hingga yoga terampil. Siswa SMK di Bali sewajarnya dapat mengisi kebutuhan tenaga-tenaga terampil tersebut.

Mantan wakil gubernur Bali ini menekankan, sebagai pusat pariwisata budaya dan pertanian, kebutuhan tenaga terampil sangat tinggi di daerah ini. Walhasil tidak ada alasan apabila tenaga terampil khususnya tamatan vokasi tidak terserap. Hal senada diungkapkan oleh pengamat pariwisata dari Universitas Udayana, I Nyoman Sunarta. Menurutnya, sektor penyerapan terbesar tenaga kerja di Bali sebenarnya masih di sektor pertanian dalam arti luas.

Artinya, kata dia, kebutuhan tamatan vokasi di sektor ini sangat besar. Faktanya, keberadaan sekolah vokasi yang berkaitan dengan pertanian masih sangat minim di Pulau Dewata. Kondisi ini menyebabkan pasokan terhadap industrinya menjadi minim. Mantan Dekan Fakultas Pariwisata Udayana ini menilai Bali seharusnya mengangkat sektor pertanian, agar ada keseimbangan pembangunan di daerah. Untuk itu dibutuhkan pasokan tenaga terampil dari sekolah vokasi agar terjaga kesinambungan dunia pertanian di daerah.

“Harus ada link and match agar tidak sampai kurang suplai tenaga buat pertanian,” jelasnya.

Mengutip data BPS Bali, berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja, tingkat penganguran terbuka (TPT) Agustus 2024, SMK menjadi penyumbang pengangguran terbesar kedua setelah diploma. Ketua Tim Kerja Kemitraan Direktorat Mitras Dudi Yoggi Herdani menyampaikan pendidikan vokasi di Indonesia masih menjadi salah satu angka pengangguran. Situasi ini terjadi akibat ketidaksinkronan antara sektor perekonomian dan industri pendidikan. Perubahan cepat di sektor perekonomian tidak bisa diimbangi oleh perubahan di sektor pendidikan dikarenakan adaptasi yang lambat.

“Ternyata pendidikan dan ekonomi di Indonesia tidak pernah ruang yang sama untuk menghasilkan sebuah kebijakan. Tidak pernah ada pembahasan ekonomi ke depan dan pendidikan bagaimana jadinya, akhirnya banyak kaget dengan perubahan-perubahan,”jelasnya.

Salah satu kekhawatirannya apabila situasi ini terus terjadi akan membahayakan dunia pendidikan. Dia mencontohkan sekarang ini tren kebutuhan perekrutan tidak lagi dalam skala besar seperti dulu. Dibandingkan merekrut dalam jumlah besar, banyak yang memilih menyesuaikan dengan perubahan skill disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan terlebih dulu. Akibatnya, dunia pendidikan tidak dapat menentukan pasokan tenaga kerja yang layak.

Ditambah lagi, kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah pusat seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan di daerah. Sementara kebutuhan tenaga terampil idealnya lebih besar di daerah dibandingkan dengan pusat, karena datanya dapat diukur.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper