Bisnis.com, DENPASAR - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong perusahaan menerapkan sistem upah berbasis produktivitas untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan penerapan upah yang lebih adil.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, serta Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 yang mengubah PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, mewajibkan perusahaan untuk menyusun struktur dan skala upah berdasarkan produktivitas. Metode penyusunan struktur dan skala upah diserahkan kepada perusahaan, dengan pilihan mulai dari metode sederhana hingga metode yang lebih kompleks.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi menjelaskan pengupahan berbasis produktivitas sangat penting sebagai solusi untuk menciptakan keadilan bagi pekerja yang telah lama bekerja di perusahaan. Karena itu, pihaknya terus melakukan pembinaan dan mendorong perusahaan agar menerapkan dan menyusun struktur dan skala upah sehingga mampu menerapkan sistem pengupahan yang berbasis produktivitas.
Aryadi menekankan bahwa sistem pengupahan yang selama ini fokus pada Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sering kali tidak adil bagi pekerja berpengalaman yang memiliki kompetensi dan etos kerja tinggi. Sesuai Pasal 26 PP Nomor 51 Tahun 2023, formula perhitungan Upah Minimum mencakup 3 variabel yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α). Setiap daerah memiliki kondisi ekonomi dan sosial yang berbeda, sehingga parameter penentuan upah tidak bisa disamakan antara daerah yang berpenduduk banyak dengan daerah yang kecil atau terpencil.
“Selama ini masih banyak perusahaan yang menjadikan UMP dan UMK sebagai standar gaji/upah. Padahal, UMP-UMK hanya berlaku untuk pekerja baru,” tuturnya.
Aryadi menyebutkan bahwa berdasarkan data WLKP Online, jumlah perusahaan di NTB sebanyak 27.983, dan yang sudah menerapkan hanya 375 perusahaan. Harapannya, makin banyak perusahaan yang menerapkan upah berbasis produktivitas sehingga bisa mensejahterakan pekerja dengan upah yang layak, berkeadilan, dan berkelanjutan karena akan berdampak pada hubungan industrial yang harmonis.
Baca Juga
Menurutnya hubungan industrial yang baik harus didasarkan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban, baik bagi pekerja maupun perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan memiliki kewajiban untuk mematuhi norma ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah, sementara pekerja diharapkan dapat memberikan kontribusi produktif bagi perusahaan.
“Kami harus terus bergerak menuju pengupahan berbasis produktivitas. Perusahaan tidak mungkin membayar upah tinggi jika pekerjanya tidak produktif. Begitu juga sebaliknya, pekerja yang produktif tentu berhak mendapatkan upah yang sesuai dengan kontribusi yang mereka berikan,” ujar Aryadi.