Bisnis.com, DENPASAR - Pajak dari sektor Jasa dan keuangan seperti Perbankan dan Asuransi di Bali menjadi sumber penerimaan terbesar berkat pulihnya kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik ke Pulau Dewata.
Potensi pajak dari Jasa dan Perbankan terus dioptimalkan untuk mengejar target penerimaan pajak Rp14,46 triliun pada 2024. Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Bali, Waskito Eko Nugroho menjelaskan penerimaan dari sektor Perbankan termasuk Asuransi berkontribusi 18,61% atau Rp794,62 miliar hingga April 2024. Sedangkan penerimaan dari jasa seperti lapangan usaha akmamin 15,76% atau Rp449,31 miliar.
Besarnya penerimaan dari sektor keuangan menurut Eko karena di Bali banyak Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang menjadi sumber penerimaan pajak. "Di Bali banyak BPR menjadi faktor besarnya kontribusi pajak Perbankan, terutama dari BPR yang sudah besar, selain itu juga dari sektor jasa karena Bali merupakan daerah pariwisata," jelas Eko kepada media, Kamis (6/6/2024).
Selain dua sektor tersebut, penerimaan pajak di Bali yang besar dari lapangan perdagangan senilai Rp802,89 miliar, industri pengolahan Rp349,79 miliar.
DJP Bali bakal terus memgoptimalkan penerimaan pajak dari jasa dan keuangan disamping sektor lainnya. Eko menyebut selain melakukan jemput bola ke Wajib Pajak (WP), DJP juga mengoptimalkan peran konsultan pajak untuk menggenjot penerimaan pajak. Menurutnya konsultan berkontribusi besar membantu DJP menjangkau Wajib Pajak, terutama WP Badan dan WP dari investor asing atau PMA yang ada di Bali.
Sementara itu, Direktur Konsultan Pajak Tax Sign, Iwan Ridwan Gunawan menjelaskan potensi penerimaan pajak dari sektor keuangan dan jasa memang sangat besar di Bali, berbeda dengan daerah lainnya seperti yang sumber pajaknya dari industri manufaktur atau pabrik, seperti di Pulau Jawa. Iwan juga menyebut membidik potensi Transfer Pricing Document dari perusahaan asing yang beroperasi di Bali.
Baca Juga
"Sebagai konsultan yang baru beroperasi di Bali, semua sektor kami bidik, terutama dari Perbankan, Jasa dan Transfer Pricing Document tersebut. Kami melihat potensinya besar," jelas Iwan.
Sebagai informasi, Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.03/2016 Transfer Pricing Document (TP.Doc) merupakan dokumen yang disusun oleh perusahaan yang menjadi Subjek Pajak dan dokumen tersebut digunakan sebagai landasan untuk menerapkan PKKU (Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha) dalam menentukan harga transfer.