Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Harga Minyak Goreng Bisa Dorong Inflasi Juni 2024

Bank Indonesia memproyeksikan harga minyak goreng dalam negeri bakal naik pada Juni 2023 imbas dari kenaikan harga kelapa sawit global.
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023)./Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023)./Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, DENPASAR — Bank Indonesia memproyeksikan harga minyak goreng dalam negeri bakal naik pada Juni 2023 imbas dari kenaikan harga kelapa sawit global yang menjadi bahan baku utama produksi minyak goreng. 

Kepala Perwakilan BI Bali, Erwin Soeriadimadja menjelaskan kenaikan harga minyak kelapa sawit global yang berpotensi merambat ke harga minyak goreng dan bahan bakar di dalam negeri. Hal tersebut harus diwaspadai oleh Pemda dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) agar kenaikan bisa lebih terkendali.

TPID harus merealisasikan program yang tepat untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak goreng. "TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali harus secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K antara lain, pelaksanaan kegiatan operasi pasar murah dan pemantauan harga terus diintensifkan, terutama untuk komoditas bahan pangan strategis, kerja sama antar daerah untuk memperkuat pasokan," jelas Erwin dari siaran pers, Rabu (5/6/2024).

Erwin menyebut potensi kenaikan inflasi pada Juni 2024 akan tertahan oleh di antaranya peningkatan alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat dan penurunan harga jagung global sebagai bahan baku ternak, khususnya daging ayam ras dan telur ayam ras. 

Untuk memperkuat komoditas tersebut, BI juga mendorong jajaran di kabupaten/kota untuk memanfaatkan lahan pemerintah provinsi untuk ditanami tanaman bahan pokok sebagai salah satu langkah pengendalian inflasi. Melalui langkah-langkah tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2024 tetap akan terjaga dan terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1%.

Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada Mei 2024 secara bulanan mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,32% (mtm) dan lebih dalam dibandingkan deflasi nasional sebesar -0,03% (mtm). 

Akan tetapi secara tahunan, inflasi Provinsi Bali sebesar 3,54% (yoy), masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 2,84% (yoy). Secara spasial, Singaraja mengalami deflasi paling dalam yaitu sebesar -0,33% (mtm) atau 2,92% (yoy), diikuti Tabanan mengalami deflasi sebesar -0,28% (mtm) atau 3,56% (yoy), Badung mengalami deflasi sebesar -0,09% (mtm), atau 4,01% (yoy), dan Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,05% (mtm), atau 3,52% (yoy). 

Berdasarkan komoditasnya, deflasi terutama bersumber dari penurunan harga beras, tomat, daging ayam ras, sawi hijau, dan cabai rawit. Penurunan harga beras dan cabai rawit didorong oleh melimpahnya pasokan sehubungan dengan masuknya musim panen raya di Provinsi Bali. 

Penurunan harga tomat dan sawi hijau sejalan dengan meningkatnya pasokan dari Jawa dan membaiknya cuaca. Selanjutnya, penurunan daging ayam ras didorong oleh meningkatnya pasokan dari Jawa dan menurunnya harga jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak. Sementara itu, laju deflasi yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan harga bawang merah dan tarif parkir.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper