Bisnis.com, DENPASAR—Pengusaha pelayaran berharap pemerintah baru hasil Pemilu 2024 memfasilitasi kemudahan dalam pembiayaan berupa suku bunga lebih rendah dan tenor pinjaman lebih panjang.
Ketua Indonesia Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto menyampaikan skema pembiayaan dan suku bunga yang saat ini dikenakan kepada pengusaha pelayaran dinilai belum berpihak. Hal itu disebabkan pendeknya jangka waktu pinjaman, dan suku bunganya masih lebih tinggi dibandingkan negara lain seperti Singapura.
“Harapannya pemerintahan yang baru nanti lebih mementingkan perusahaan pelayaraan niaga karena merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Tanpa ada transportasi kan tidak bisa jalan perekonomiannya,” tuturnya di sela-sela pertemuan 60th Executive Committee Meeting & 49th Annual General Meeting (AGM) Federation of Asean Shipowners’ Association (FASA) di Nusa Dua, Bali, Rabu (6/2/2024).
Carmelita mengakui, pemerintah saat ini telah memberikan kebijakan yang cukup membantu memudahkan asosiasinya, terutama yang bergerak di sektor pelayaran niaga. Namun menyangkut pembiayaan, bunga yang dikenakan masih terasa tinggi, sehingga harus memiliki hubungan yang baik dengan perbankan.
Kondisi tersebut berbeda dibandingkan seperti di negara lain di Asia Tenggara seperti seperti Singapura dan Malaysia, pendanaan untuk perusahaan kapal mendapatkan kemudahan cicilan dengan bunga lebih rendah. Oleh karena itu, dirinya berharap skem pembiayaan sektor pelayaran berjangka waktu panjang dengan bunga lebih ringan seperti untuk pembiayaan pembangunan infrastuktur.
Hal itu sesuai pasal 57 Undang-Undang 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengamanatkan pemerintah wajib memberikan fasilitas pembiayaan dan perpajakan dalam rangka memberdayakan industri angkutan perairan nasional. Carmelita mengungkapkan, selama ini jangka waktu pembiayaan yang diberikan maksimal enam tahun.
Baca Juga
"Ke depan lebih panjang lah 10 tahun. Ini tentu akan lebih baik," ujarnya.
Sementara itu dalam pertemuan FASA dibahas berbagai isu krusial menyangkut industri pelayaran regional dan global, seperti dekarbonisasi, green shipping dan Selat Malaka. Salah satunya terkati ketidakpastian yang tinggi saat ini. Sejumlah tantangan pelayaran, terutama karena perang Rusia VS Ukraina dan Israel VS Palestina, serta krisis Laut Merah telah memaksa operator kapal menempuh rute lebih jauh antara Asia dan Eropa. Situasi ini telah menjadi perhatian serius para pelaku usaha pelayaran regional dan global.
Sekjen FASA Michael Phoon mengungkapkan salah satu dampak yang kini membuat pelaku pelayaran susah adalah serangan yang dilakukan militan Hauthi di Laut Merah. Akibat kejadian tersebut, kapal barang dari Asia menuju Eropa dan sebaliknya harus memutar melewati Benua Afrika. Dampaknya, perjalanan lebih panjang 8 hari dari biasanya. Situasi membuat biaya untuk kapal menjadi lebih besar dan berdampak bagi pelanggan yang menggunakan jasa pelayaran.