Bisnis.com, DENPASAR – Pemerintah bersama sejumlah pihak memulai proses feasibility study (FS) atau studi kelayakan pembangunan bus listrik terpadu atau electric bus rapid trans (EBRT) dan electric vehicle charging point (EVCP) yang akan dihadirkan di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita), Bali.
Proses studi kelayakan ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau MOU antara sejumlah pihak seperti Millennium Challenge Account-Indonesia atau MCA Indonesia, Komite Indonesia Australia Infrastruktur (KIAT), dan Pemprov Bali. Dalam megaproyek ini, KIAT bersama BCU dimandatkan sebagai pelaksana studi kelayakan.
Direktur Eksekutif MCA Indonesia, Maurin Sitorus menjelaskan pelaksana studi kelayakan di lapangan adalah Pricewaterhousecoopers (PWC) dan KIAT. “MCA Indonesia sudah berkontrak dengan PWC, sudah ditandatangani dan FS ini akan dilaksanakan satu tahun, tapi tadi kita sudah dengar kalau bisa lebih cepat akan lebih baik. Dan untuk membuat FS ini lebih baik, lebih lengkap akan berkolaborasi dengan KIAT, jadi mereka juga melakukan kegiatan FS,” jelas Maurin di Denpasar, Rabu (18/10/2023).
Jika hasil FS menyatakan wilayah pembangunan EBRT dan EVCP di wilayah Sarbagita layak, maka MCA Indonesia akan membiayai pembangunan. Studi Kelayakan akan selesai pada Agustus 2024, kemudian proses lelang dan transaksi pada Mei 2024 sedang untuk konstruksi fisik dimulai pada 2026-2026 atau sekitar 5 tahun. Nilai pembangunan transportasi massal berbasis listrik ini diprediksi mencapai US$95 juta.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Ervan Maksum menjelaskan alasan pembangunan transportasi massal berbasis listrik di Bali karena kebutuhan Bali akan transportasi massal sudah mendesak. Jumlah kendaraan roda dua atau sepeda motor di Bali mencapai 4,4 juta, sama dengan jumlah penduduk Bali. Sedangkan pembangunan jalan di Bali stagnan, sehingga banyaknya kendaraan membuat kawasan Sarbagita macet.
Selain itu, semakin bertambahnya jumlah sepeda motor akan semakin membebani subsidi, “Bayangkan 4,4 juta unit sepeda motor, jika satu sepeda motor disubsidi Rp6.000, maka setahun pemerintah mengeluarkan Rp10 triliun untuk subsidi BBM di Bali saja,” jelas Ervan.
Baca Juga
Maksum juga menjelaskan EBRT akan diintegrasikan dengan LRT yang juga sedang dalam proses studi kelayakan. Perbedaan, LRT lebih difokuskan untuk mengurai mempercepat akses ke Bandara Internasional Ngurah Rai, sedangkan proyek bus listrik massal akan mengurai kemacetan di dalam kota Denpasar, Badung hingga Tabanan.
Kepala Dinas Perhubungan Bali, IGW Samsi lebih jauh menjelaskan LRT dan E-BRT akan terintegrasi di sentral parkir Kuta, dan di beberapa titik di kawasan pariwisata di Seminyak dan Canggu. Dengan keberadaan EBRT, pemerintah akan mengurangi porsi kendaraan pribadi baik mobil dan sepeda motor, tujuannya agar masyarakat mau beralih ke transportasi massal.
Samsi menekankan kehadiran transportasi massal di Bali tidak bisa ditawar lagi, karena kendaraan pribadi. “Dengan konsep transportasi terintegrasi antara LRT dan EBRT, kami yakin masyarakat akan mau beralih ke transportasi massal, karena memang sudah sangat mendesak, Bali tidak selamanya bisa membangun jalan raya,” ujar Samsi.