Bisnis.com, DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali berencana menggunakan dana kontribusi atau pungutan wisatawan untuk program penanganan sampah berbasis sumber sehingga bisa mengatasi darurat sampah di Pulau Dewata.
Dana kontribusi wisatawan merupakan pungutan kepada wisatawan mancanegara yang masuk ke Bali yang besarannya Rp150.000 per orang.
Landasan pungutan tersebut Peraturan Daerah (Perda) No 20 Tahun 2020 tentang kontribusi wisatawan asing. Pungutan ini akan berlaku pada 2024 mendatang.
Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menjelaskan perlunya penggunaan dana dari kontribusi wisatawan karena pengelolaan sampah secara konfrehensif dan modern membutuhkan dana yang tidak sedikit dan akan lambat jika hanya mengandalkan alokasi dari APBD.
Di sisi lain, masalah sampah di Bali sudah mencapai puncaknya dengan terbakarnya dua Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) akibat penumpukan sampah selama bertahun – tahun sehingga terbakar di puncak musim panas.
“Kami akan mengalokasikan sebagian besar dana dari pungutan wisatawan asing yang akan berlaku tahun 2024 mendatang untuk penanganan sampah di Bali. Mungkin 50%-70% untuk penanganan sampah,” jelas Mahendra Jaya dikutip dari keterangan resminya, Selasa (17/10/2023).
Baca Juga
Melalui kontribusi wisman tersebut, Bali berpotensi meraup dana hingga Rp900 miliar per tahun, dengan estimasi kunjungan wisman di angka 6 juta orang.
Jika 50% digunakan untuk penanganan sampah, maka akan ada alokasi anggaran Rp450 miliar per tahun untuk penanganan sampah.
Mahendra menargetkan permasalahan sampah di Bali bisa selesai di 2024 dengan masuknya dana kontribusi pariwisata.
Dengan anggaran tersebut, pengolahan sampah akan dioptimalkan di tingkat desa. Seluruh desa di Bali didorong belajar untuk mengelola sampah secara mandiri.
Mahendra juga meminta agar penanganan sampah berbasis sumber agar lebih dioptimalkan, begitu juga dengan pemanfaatan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) dan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).
Masyarakat Bali diminta belajar dari kebakaran di TPA Suwung yang berdampak ke kualitas udara kota Denpasar. Menurut Mahendra perlu perubahan paradigma terhadap penanganan sampah di masyarakat.
“Perubahan paradigma harus dari di sekolah-sekolah, SMP, SMA bahkan SD. Kami meminta agar sekolah-sekolah dapat secara mandiri mengelola sampah khususnya sampah organik dengan mengadopsi metode teba kota/ teba modern dengan membuat sumur kompos sehingga dapat meminimalisir limbah sampah yang dibuang ke TPA atau TPS3R,” ujar Mahendra.