Bisnis.com, DENPASAR – Medical tourism atau pariwisata kesehatan sedang menjadi fokus pembangunan pariwisata Bali pada 2022 hingga 2024 mendatang dengan pembangunan berbagai fasilitas kesehatan untuk mendukung target tersebut.
Terdapat dua proyek besar pembangunan fasilitas kesehatan di Bali untuk mendukung medical tourism yakni pembangunan Rumah Sakit Internasional Sanur, dan pembangunan Gedung pelayanan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Ngoerah Denpasar yang dibiayai oleh Islamic Development Bank (ISDB).
Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati menjelaskan dua rumah sakit tersebut nantinya akan menjadi penunjang utama wisata kesehatan berkelas dunia. RS Internasional Sanur yang terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur dinilai mampu menarik minat masyarakat luar negeri maupun dalam negeri untuk berobat sambal berwisata ke Bali.
“Kami terus mengembangkan medical tourism di Bali karena potensinya besar. Kami di Pemprov Bali berupaya mewujudkan pengembangan wisata kesehatan khususnya medical tourism sehingga antara hotel yang sudah terkenal di mancanegara akan dapat diimbangi dengan fasilitas kesehatan yang juga berstandar internasional,” jelas Cok Ace, Jumat (18/11/2022)
Medical tourism juga akan menunjang warga negara asing (WNA) yang tinggal di Bali dalam jangka waktu lama seiring dengan akan diberlakukannya visa second home atau visa rumah kedua yang memberikan izin WNA tinggal dalam jangka waktu 5-10 tahun di Indonesia. Bali sedang membidik para digital nomad yang biasanya menerapkan konsep work from anywhere (WFA).
Kajian Bank Indonesia juga menunjukkan terjadi perubahan tren dan perilaku berwisata, setelah pandemi wisatawan sangat memperhatikan label atau sertifikasi kesehatan pada setiap destinasi dan akomodasi, kemudian akses dan Fasilitas kesehatan yang standar internasional. Medical tourism dinilai akan memenuhi kebutuhan wisatawan dinilai akan akses kesehatan yang baik.
Baca Juga
Selain itu, medical tourism juga bertujuan untuk mencegah masyarakat Indonesia khususnya kelas menengah atas yang saat ini banyak berobat ke luar negeri. Seperti yang diberitakan Bisnis sebelumnya, setiap tahun Indonesia kehilangan US$11,5 miliar karena 1 juta orang Indonesia memilih berobat ke luar negeri.