Bisnis.com, DENPASAR – PT XL Axiata memberikan bantuan fasilitas internet ke sekolah-sekolah di Bali yang belum memiliki jaringan internet karena keterbatasan biaya untuk pengadaan.
Direktur Utama XL Axiata, Dian Siswarini, menjelaskan bantuan fasilitas internet bersumber dari dana yang dikumpulkan oleh karyawan XL Axiata secara sukarela, bukan dari dana CSR perusahaan. Program ini direalisasikan secara berkala dan berkelanjutan untuk membantu sekolah di daerah yang belum memiliki fasilitas internet.
Pemberian bantuan berdasarkan pengajuan atau proposal yang masuk, dan dilakukan verifikasi oleh tim dari XL, jika sesuai dengan proposal maka fasilitas internet diberikan secara gratis.
“Sudah ratusan sekolah kami bantu fasilitas internet, fokus kami ke sekolah yang memiliki keterbatasan dana untuk pengadaan internet, seperti sekolah negeri di daerah,” jelas Dian pada Jumat (30/8/2022).
Bantuan akses internet ini juga merupakan langkah XL untuk mempercepat ketertinggalan Indonesia dari segi akses internet. Menurut Dini, meskipun akses internet saat ini sudah jauh berkembang jika dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu, tetapi akses dan kualitas internet di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura.
Selain memberikan fasilitas internet, XL Axiata juga mengakomodir permohonan lain dari pihak sekolah seperti pembangunan gedung baru, renovasi ruang kelas, dan pengadaan kelengkapan sekolah. Selain memberikan bantuan, XL juga menugaskan karyawannya untuk mengajar di sekolah, materi yang dibawakan tentang dunia digital.
Sekolah yang sudah mendapat bantuan fasilitas internet di pulau dewata yakni SMK TI Global, SMK PGRI 2 Denpasar, SMPN 1 Ubud, SMPN Nusa Dua, dan SMK Nusa Dua. “Kami terbuka untuk setiap sekolah yang membutuhkan akses internet dan bantuan sosial lainnya, ini bentuk kontribusi kami di sektor Pendidikan dan bentuk terimakasih kami bagi pelanggan XL,” ujar Dini.
Selain itu, XL juga mempercepat akses internet bagi pelaku usaha UMKM perempuan melalui program sisternet, agar lebih mudah mengakses pasar yang sesuai untuk produknya. Dian menilai selama ini perempuan lebih sedikit mengakses internet dibandingkan laki-laki, sehingga diperlukan percepatan untuk mencapai kesetaraan akses internet melalui edukasi terhadap pelaku UMKM perempuan.
