Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penanganan Sampah Plastik di Bali Butuh Insentif Fiskal

Insentif fiskal ini dipelopori oleh perusahaan yang tergabung dalam dalam Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO), perusahaan yang banyak memproduksi.
Ketua Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) Bali Agustinus Apollonaris Daton (kiri) mengenakan jaket kepada Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (kanan) saat peluncuran jaringan jurnalis peduli sampah di Denpasar. bisnis/harian noris
Ketua Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) Bali Agustinus Apollonaris Daton (kiri) mengenakan jaket kepada Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (kanan) saat peluncuran jaringan jurnalis peduli sampah di Denpasar. bisnis/harian noris

Bisnis.com, DENPASAR – Penanganan sampah kemasan atau plastik di Bali butuh insentif fiskal yang berkelanjutan agar bisa tertangani secara menyeluruh dari hulu ke hilir.

Insentif fiskal ini dipelopori oleh perusahaan yang tergabung dalam dalam Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO), perusahaan yang banyak memproduksi produk dengan kemasan plastik. Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto Wibowo, menjelaskan Danone Indonesia bersama perusahaan lain yang tergabung dalam IPRO sedang menyusun konsep insentif fiskal, agar menjadi acuan dalam penanganan sampah di Indonesia khususnya di Bali.

“Tujuan insentif untuk menutup ketimpangan terkait dengan biaya pengelolaan sampah, misalnya kalau mengumpulkan sampah dari tempat yang jauh, dibutuhkan transportasi, sehingga biayanya lebih mahal. Untuk menutup biaya tersebut diberikan insentif. Itu yang kami sedang kembangkan di IPRO,” jelas Karyanto di sela workshop Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS), Senin (22/8/2022).

Selain penguatan insentif, penanganan sampah di Bali juga membutuhkan konsistensi dari pemerintah daerah selaku pelaksana undang-undang. Ketua Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) Bali Agustinus Apollonaris Daton menjelaskan penanganan sampah di Bali butuh ketegasan Pemda dalam menegakan aturan, terutama soal penutupan TPA Suwung, Denpasar yang sampai saat ini belum bisa terealisasi, padahal sudah melebihi kapasitas.

“Pemerintah harus dikawal untuk menegakkan aturan soal penanganan sampah ini, karena kami melihat implementasi regulasi belum optimal di Bali, pemilahan sampah harusnya dimulai dari hulu, butuh kolaborasi semua pihak dan pengawalan media secara intens agar implementasinya optimal,” jelas Apollo.

Menurut Apollo, penanganan sampah agak sulit dilakukan karena harus mengubah perilaku atau kebiasaan masyarakat dari yang awalnya mencampuh sampah organic dengan sampah plastik. Butuh edukasi yang berkelanjutan di semua lapisan agar ekosistem pemilahan sampah plastik terbangun.

Direktur BWC, Olivia Anastasia Padang, menjelaskan penanganan sampah di Bali perlu paradigma baru dengan konsep circular economy seperti pemilahan sampah plastik dan organik dari tingkat rumah tangga. Kemudian memperkuat pengelolaan sampah berbasis komunitas, baik dari komunitas industri, sekolah, desa atau banjar, hingga komunitas di TP3SR.

“Kami di BWC sendiri sudah membentuk komunitas dan mitra dari berbagai kalangan, mitra BWC mulai dari rumah sakit, TP3SR, sekolah banjar, hingga industri perhotelan. Pengelolaan sampah berbasis komunitas yang kami lakukan dengan pembentukan collection point di perumahan, banjar, desa, instansi swasta dan pemerintah. Kami sudah menjangkau ratusan desa di Bali,” jelas Olivia.

Menurut Olivia, mengelola sampah di Bali masih memiliki hambatan seperti perbedaan persepsi dalam tata kelola, kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan di kalangan masyarakat yang masih melekat, hingga komitmen semua pihak untuk konsisten dalam jangka panjang masih belum signifikan. Menurutnya, memperkuat komunitas menjadi solusi mengatasi hambatan tersebut.

Sementara itu, President Director PT Trinseo Material Indonesia, Hanggara Sukandar, menjelaskan edukasi yang berfokus pada proses daur ulang di tingkat rumah tangga, komunitas hingga pemerintah perlu terus dilakukan secara berkesinambungan.

Hanggara menjelaskan, integrasi antara produsen, konsumen, komunitas, jaringan pemulung hingga pemerintah daerah bisa mengatasi masalah sampah plastik di Bali. “Edukasi cara daur ulang hingga pengolahan limbah perlu terus dilakukan, dalam edukasi tersebut terjadi pertukaran ide di antara pemangku kepentingan dan para profesional,” kata Hanggara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler