Bisnis.com, DENPASAR — Kenaikan upah minimum Provinsi Bali yang sebesar 0,92 persen mulai 2022 memicu pro kontra para pengusaha. Meskipun keputusan pemerintah provinsi untuk tetap menaikkan upah masih bisa diterima, tetapi pengusaha tetap merasa berat untuk menjalankannya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) AAG Agung Agra Putra menilai keputusan ini akan sangat memberatkan pengusaha, berkaca dari perekonomian bali yang paling terpuruk dibandingkan daerah lain di Indonesia. Keputusan pemerintah untuk tetap menaikkan UMP di Bali dinilai hanya memperhitungkan kondisi perekonomian secara nasional. Padahal, kondisi Bali berbeda dengan provinsi lainnya.
"Kenaikan UMP saya rasa saat ini belum tepat dilakukan. Walaupun nanti pandemi sudah selesai, dan roda perekonomian sudah mulai bergerak kembali, kita masih membutuhkan waktu untuk melakukan recovery," katanya kepada Bisnis, Senin (22/11/2021).
Menurutnya, jika kenaikan UMP tetap dijalankan, akan semakin banyak pekerja yang dirumahkan akibat pengusaha tidak mampu membayar gaji.
Hal itu pun dapat berdampak pada semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi Bali sebagai akibat dari banyaknya masyarakat yang tidak berpenghasilan dan penurunan daya beli.
"Karena jangankan [UMP] meningkat, untuk membayar gaji secara ful dengan UMP saat ini pengusaha tidak bisa," sebutnya.
Baca Juga
Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi Bali Made Ariandi menilai keputusan menaikkan UMP tentu sudah menyesuaikan dengan pertimbangan pekerja dan pengusaha. Kenaikan UMP ini pun dinilai tidak akan berdampak signifikan pada penerimaan gaji pekerja karena jam kerja yang tidak penuh sebagai akibat dari belum pulihnya pariwisata.
"Kenaikan tidak masalah, sepanjang ada komunikasi antara pengusaha dan tenaga kerja untuk memahami kondisi masing-masing," sebutnya.