Bisnis.com, DENPASAR - Peternak ayam di Bali terpaksa mengurangi kapasitas produksi hingga 50 persen akibat modal usaha yang mulai menipis.
Saat ini sebagian besar peternak di Pulau Dewata hanya memiliki sisa modal usaha 20 - 30 persen dari jumlah awal.
Hal itu terjadi karena pada 2019 hingga 2021 kinerja bisnis peternakan ayam broiler menurun.
Demikian disampaikan Ketua Asosiasi Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Broiler Bali Ketut Yahya Kurniadi.
Pada 2019 peternak ayam mengalami over supply sehingga nilai jual berada di bawah harga pokok produksi (HPP). Kemudian, pada 2020 penjualan kembali menurun hingga 50 persen karena daya beli masyarakat berkurang akibat pandemi Covid-19.
Sementara pada 2021 ini harga pakan terus meningkat, dan menyebabkan HPP khususnya di Bali menjadi Rp21.600 per kilogram.
"[Tahun] 2019 HPP itu senilai Rp17.000 - Rp18.000 per kilogram, kalau sekarang pakan lebih mahal. Karena HPP terus naik, menimbulkan kehati-hatian bagi produsen pakan untuk memberikan pinjaman. Jadi beli pakan harus bayar tunai, sehingga berapa ada modal segitu kapasitas produksi," kata Ketut Yahya kepada Bisnis, Selasa, (4/5/2021).
Pukulan yang lebih berat tengah membayangi peternak ayam broiler karena rencana impor daging ayam dari Brasil.
Menurut Yahya, jika ini terjadi, peternak tidak akan mampu mengikuti harga pasar. HPP Brasil sekitar Rp10.000 - Rp11.000 per kilogram atau berada jauh di bawah HPP Bali.
"Kami kan tidak mungkin menjual harga di bawah HPP, ini sama dengan bunuh diri. Tapi peternak sudah khawatir bagaimana nasibnya jika daging ayam impor itu sampai di sini," tambahnya.
Yahya belum memastikan langkah apa yang akan diambil peternak saat ayam impor dari Brasil masuk ke Indonesia.
Dalam situasi seperti saat ini, ujar Yahya, peternak sudah lebih berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan.