Bisnis.com, DENPASAR — Pangsa lapangan usaha pertanian di Bali meningkat pada 2020 setelah mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Namun, sektor tersebut masih dihadapkan dengan rendahnya aplikasi teknologi sehingga pengembangannya sangat menantang.
Pada 2020, pangsa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pertanian di Bali adalah sebesar 15,09 persen atau naik dari posisi tahun lalu yang sebesar 13,45 persen. Di satu sisi, pangsa akomodasi makan dan minum turun dari 23,27 persen pada 2019 menjadi 18,37 persen pada 2020.
Deputi Kepala Bank Indonesia Perwakilan Bali Rizki Ernadi Wimanda mengatakan peningkatan pangsa sektor pertanian bukan berarti sektor tersebut mengalami perbaikan. Sebaliknya, peningkatan pangsa pertanian terjadi karena penurunan pada sektor akomodasi makan minum.
Meskipun demikian, diversifikasi ekonomi ke pertanian menjadi hal yang perlu dilakukan karena dinilai sebagai sektor yang potensi. Selain pertanian, diversifikasi juga dilakukan ke sektor ekonomi kreatif dan digital, pendidikan, dan kesehatan.
"Pertanian berpotensi menjadi sumber pertumbuhan baru mengingat pangsanya cukup besar, apalagi masing-masing kabupaten atau kota di Bali memiliki potensi komoditas pertanian," katanya, Rabu (28/4/2021).
Setidaknya, dari sembilan kabupaten/kota di Bali, sebanyak enam di antaranya memiliki kontribusi sektor pertanian yang lebih besar daripada akomodasi makan minum. Enam kabupaten tersebut yakni Jembrana, Buleleng, Bangli, Klungkung, Karangasem, dan Tabanan. Sisanya, yakni Badung, Gianyar, dan Denpasar memiliki porsi pangsa akomodasi makan minum yang lebih besar.
Baca Juga
Selain itu, masing-masing kabupaten/kota juga memiliki potensi komoditas pertanian yang berbeda-beda. Misalnya Jembrana dengan pertanian padi dan ayam, Bangli dengan sayur-sayuran dan ayam, maupun Karangasem dengan beras dan ayam.
"Tiga komoditas pertanian yang jadi andalan di beberapa kabupaten/kota yakni padi, sayur-sayuran, dan ayam," sebutnya.
Hanya pengembangan sektor pertanian di Bali masih menghadapi sejumlah tantangan mulai dari masalah ketersediaan lahan, SDM, investasi, anggaran, maupun penerapan digitalisasi pertanian.
Berdasarkan survei Bank Indonesia, kepemilikan perangkat teknologi pertanian di Bali ada sebanyak 26,7 persen yang sudah memiliki dan menggunakan. Sisanya, meskipun sudah memiliki alat teknologi pertanian, tetapi belum difungsikan.
Kemudian, sebanyak 53,3 persen pelaku usaha pertanian telah terlayani sinyal 4G, sisanya masih 3G. Penggunaan aplikasi untuk pemasaran baru sebanyak 20 persen yang menggunakan sosial media dan marketplace, sisanya menggunakan sms.
Terkait metode pembayaran, sebanyak 13,3 persen dengan tranfser bank dan sisanya lebih banyak secara tunai.
"Digitalisasi merupakan key driver bagi pertumbuhan sektor pertanian, khususnya melalui pemanfaatan teknologi alat dan mesin pertanian yang terbuki mampu mendorong efisiensi, waktu, dan peningkatan produktivitas," sebutnya.