Bisnis.com, DENPASAR — Nilai ekspor Provinsi Bali mencapai US$71,7 juta pada Triwulan I/2021 atau merosot 42 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/YoY).
Pemerhati Ekonomi dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali M. Setyawan Santoso mengatakan berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali penurunan nilai ekspor terkontraksi cukup dalam. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti terganggunya proses produksi dan distribusi barang akibat pandemi Covid-19.
Dia mencontohkan, sebesar 26 persen komoditas ikan dan udang mengalami keterlambatan proses pengiriman akibat terbatasnya kapal kargo ke negara importir. Dengan demikian sebagian ekspor dilakukan melalui jalur udara yang jumlahnya terbatas.
"Proses pengiriman dari Indonesia ke negara importir terhambat karena perusahaan ekspedisi, perusahaan pemilik pengemasan atau kontainer yang terhambat karena terdampak Covid-19," tuturnya kepada Bisnis, Rabu, (21/4/2021).
Menurutnya, negara importir turut terdampak Covid-19 yang menyebabkan perekonomiannya terpuruk, dan mengurangi jumlah impor. Begitu juga dengan sumber daya manusianya, sehingga diterapkan pembatasan perlintasan atau lockdown.
Penurunan nilai ekspor ini, sambungnya, disebut sebagai base effect. Pasalnya dari sisi besaran angka, pertumbuhan menggunakan angka penyebutnya adalah periode yang sama tahun sebelumnya yaitu kuartal I/2020.
Pada saat itu, Januari-Februari 2020 belum terdampak Covid-19, sehingga nilai ekspor masih tinggi. Sementara itu, tahun ini dampak Covid-19 dirasakan sejak awal tahun, sehingga pertumbuhan kuartal pertama secara tahunan menjadi tertekan.
"Ke depan, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan positif karena jumlah kasus Covid-19 semakin terkendali. Di samping itu, perhitungan Q2 tidak terkena dampak base effect," tambahnya.