Bisnis.com, BALI - Bergantung pada pariwisata tidak lantas membuat produsen Wine asal Bali selalu untung. Di tengah pandemi, wine-wine produksi lokal ketiban buntung.
Pariwisata selama ini memang telah menjadi ladang empuk bagi perkembangan Wine di Bali. Tidak hanya pasar luar negeri, produsen lokal juga ikut berlomba mengambil peluang dari manisnya bisnis Wine di Bali.
Salah satunya PT Arpan Bali Utama yang telah memproduksi Wine di Bali sejak 1994. Arpan Bali Utama hingga saat ini telah memproduksi 10 jenis Wine berlabel Hatten Wine.
Bahkan, pemilik Hatten Wine Group, Ida Bagus Rai Budarsa pun didapuk sebagai pelopor Wine di Asia Tenggara.
Kepada Bisnis, Budarsa menjelaskan perkembangan minuman beralkohol di Bali yang begitu signifikan sangatlah bergantung dengan kondisi pariwisata. Tingginya kunjungan wisata ke Bali telah membuat pertumbuhan hotel maupun beach club menjamur. Kondisi tersebut otomatis meningkatkan permintaan Wine di bali.
Meskipun, kebutuhan Wine di Bali dipasok tidak hanya dari importir dan banyak pemain lokal, Hatten Wine tetap mampu meraih omset senilai Rp100 miliar dalam satu bulan saat kondisi normal. Namun, di tengah pandemi Covid-19, penjualan Hatten menurun sebesar 60 persen.
Baca Juga
"Wine itu tumbuh bagus di Bali karena perkembangan pariwisata yang bagus, dengan banyaknya hotel dibuka, begitu juga beach club itu mempercepat walaupun pemain lokal dan importir Wine juga banyak," katanya kepada Bisnis.
Saat ini pabrik Hatten Wine memiliki kapasitas produksi hingga 2 juta liter per tahun. Dari kapasitas tersebut, produksi saat kondisi normal hanya 1,2 juta liter. Sebanyak 80 persen Wine yang diproduksi dipasarkan di Bali dan sisanya dipasarkan ke sejumlah daerah di Indonesia.
"Kita tidak ekspor, Wine itu luar negeri pasarnya sangat kompetitif, kita juga sumber daya banyak impor. Kita pernah ekspor, tapi lebih banyak biaya daripada apa yang kita dapat," sebutnya.
Meskipun sejumlah sumber daya banyak diimpor, bahan baku utama yakni anggur diusahakan tetap didatangkan dari komoditas lokal. Hatten Wine saat ini mempekerjakan 100 petani di Gerokgak, Buleleng dengan ulasan tanam 45 hektar.
Hanya, karena produksi anggur masih berpengaruh pada cuaca, Hatten juga tetap mendatangkan anggur dari Australia. Saat ini perbandingan anggur produksi Bali dengan Australia sebagai bahan baku Wine adalah sebesar 50:50.
"Musim hujan kita tidak bisa prediksi, sehingga ada beberapa panen desember banyak yang rusak, berkurang hasilnya," sebutnya.
Produsen lokal lainnya, Isola Wine saat ini juga masih mengandalkan pasar dalam negeri. Produksi yang masih terbatas masih menjadi kendala untuk melakukan penetrasi hingga luar negeri. Padahal, Isola Wine sudah mendapatkan tawaran dari Taiwan dan Hongkong untuk melakukan penetrasi penjualan.
Hingga saat ini, Isola Wine masih ingin menguasai pasar dalam negeri karena terbatasnya produksi. Apalagi, di tengah pandemi, penurunan kunjungan wisata telah berdampak signifikan pada penjualan.
Founder dan CEO Isola Wine Agung Bagus Pratiksa Linggih mengatakan penjualan saat ini menurun sebesar 60 persen dari kondisi normal. Meskipun demikian, Isola Wine tetap melakukan produksi seperti biasa untuk tetap menjaga efisiensi biaya.
Menurutnya, dengan tetap melakukan produksi seperti biasa, Wine tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama. Nantinya, wine-wine tersebut akan digunakan untuk menjaring pasar setelah kondisi normal kembali.
"Justru kalau kita mengurangi produksi, biaya per botolnya naik," sebutnya.
Bea Cukai Denpasar mencatat saat ini Bali memiliki 30 pengusaha pabrik minuman mengandung metil alkohol (MMEA) yang memproduksi wine, bir maupun minuman keras lokal seperti arak dan brem.
Kepala Kantor Bea Cukai Denpasar Kusuma Santi Wahyuningsih mengatakan kebutuhan minuman beralkohol di Bali juga banyak dipasok dari Jawa. Selain itu, minuman beralkohol impor juga banyak beredar di Bali.
Menurutnya, pariwisata yang berkembang pesat telah membuat permintaan minuman beralkohol di Bali cukup pesat di Bali. Karakteristik wisatawan di Bali yang sebagian besar peminum telah membuat permintaan akan minuman beralkohol tinggi.
Hal itu, berbeda dengan daerah wisata lain seperti Yogyakarta yang permintaan minuman beralkoholnya tidak setinggi Bali.
"Pariwisata yang butuh minuman paling besar ya Bali, wisata lainnya di Yogyakarta memang turisnya tidak peminum, di sini turis nya peminum, kalau di Yogyakarta mencari minuman beralkohol tidak mudah, di sini semua cafe menyediakan," sebutnya.