Bisnis.com, DENPASAR -- Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali saat ini sedang mengupayakan pembayaran sejumlah kredit bermasalah yang terjadi selama 2020.
Berdasarkan data yang diterima Bisnis, dari 1.308 LPD yang beroperasi selama 2020, telah disalurkan pinjaman senilai Rp15,99 triliun atau naik 0,8 persen dibandingkan dengan tahun lalu (year on year/YoY). Pinjaman tersebut telah disalurkan ke 401.158 debitur atau jumlahnya menurun 5,5 persen YoY.
Di tengah peningkatan penyaluran pinjaman, LPD di Bali juga dihadapkan dengan kenaikan kredit bermasalah. Bahkan, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) LPD di Bali telah melebihi ambang batas.
Baca Juga : 2020, Aset LPD di Bali Turun 3 Persen |
---|
Meskipun, Bisnis tidak dapat membagikan rasio NPL LPD, dapat dipastikan jumlah kredit bermasalah pada 2020 dibandingkan dengan tahun lalu meningkat tajam. Peningkatan ini tidak hanya terjadi pada nilai kredit tetapi juga jumlah debitur yang bermasalah.
Kepala Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LP-LPD) Provinsi Bali I Nengah Karma Yasa mengatakan ada dua skenario penanganan kredit bermasalah yang telah disusun LPD. Pertama, penyelamatan kredit bermasalah dengan pembinaan dan penagihan, surat pemberitahuan, surat peringatan, hingga memberikan debitur restrukturisasi.
Kedua, jika penanganan tidak berhasil, akan dilanjutkan dengan penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan melalui ambil alih agunan, hapus buku, dan hapus tagih.
Menurutnya, hapus buku kredit yang bermasalah tersebut pun telah menyesuaikan dengan biaya pencadangan kredit yang dimiliki LPD. Setidaknya, LPD memberikan porsi biaya pencadangan sebesar 0,5 persen untuk kredit lancar, 10 persen untuk kredit kurang lancar, sebesar 50 persen pencadangan untuk kredit diragukan, dan 100 persen untuk kredit macet.
Meskipun telah menyiapkan skenario, Nengah meyakini penyelesaian kredit bermasalah di LPD akan lebih mudah dibandingkan dengan lembaga jasa keuangan lainnya.
Pasalnya, LPD yang berasaskan hukum adat, akan menyesuaikan dengan keputusan bersama desa adat terkait kredit bermasalah tersebut. Masyarakat desa adat yang diajak untuk membahas solusi penyelesaian kredit bermasalah pun merupakan debitur dari LPD sendri.
"LPD akan lebih mudah menyelesaikan kredit macet, ini tergantung seberapa berani desa adat mengeluarkan keputusan-keputusan, soal kredit bermasalah akan lebih mudah ditangani jika mendapat dukungan dari pemerintah maupun masyarakat sendiri," katanya kepada Bisnis, Rabu (10/2/2021).
Meskipun terjadi peningkatan rasio kredit bermasalah, LPD pun tetap mendorong penyaluran kredit. Penyaluran kredit di tengah pandemi pun dilakukan dengan lebih hati-hati mempertimbangkan faktor risiko yang tinggi. Saat ini LPD telah memiliki klaster likuiditas dan klaster kredit untuk tetap memungkinkan kinerja tumbuh positif.
Lebih lanjut, Nengah menatakan, likuiditas sangat diperlukan oleh LPD untuk menyalurkan pembiayaan ke masyarakat. Di satu sisi, penyaluran kredit tetap memacu pada likuiditas.
"Kami sekarang ini ada klaster likuiditas dan klaster kredit untuk menjaga ini, kalau likuiditas tertekan, kemudian pendapatan tidak ada, jadi ada pembatasan-pembatasan yang kami lakukan pada penyaluran kredit," katanya.
Baca Juga : KUPVA di Bali Kembangkan Sistem Order Via Daring |
---|
Pemerhati LPD di Bali Agung Rai Astika menilai tidak semua LPD mengalami masalah di tengah pandemi covid-19. Dari data yang ada, porsi LPD yang mengalami penurunan aset, penyaluran kredit, maupun dana pihak ketiga (DPK) lebih rendah daripada yang tumbuh. Tercatat, selama 2020, lebih banyak LPD yang mampu membukukan kenaikan aset, DPK, dan kredit.
Agung pun menyarankan LPD untuk mendorong penyaluran kredit ke usaha mikro. Pasalnya, LPD yang terpantau mengalami masalah kinerja terjadi pada yang memiliki aset besar karena penyaluran kreditnya diberikan kepada debitur kelas kakap.
Kondisi sebaliknya terjadi pada LPD dengan aset kecil yang tetap dapat tumbuh karena mengantungkan penyaluran kredit pada debitur usaha mikro.
"Untuk survival, LPD kami dorong ke usaha mikro, seperti misalnya ternak lele, karena penghasilan masih ada sehingga pembayaran kreditnya tidak sulit sama sekali, ke depan, kredit LPD akan bergerak ke sektor pertanian dalam arti luas," sebutnya.
Meskipun dihantui kredit bermasalah, sebagian besar LPD ternyata tercatat masih membukukan kinerja positif. Misalnya, porsi LPD yang masih mampu memupuk pertumbuhan aset adalah sebesar 58,3 persen dan yang mengalami penurunan 41,7 persen.
Kemudian, porsi LPD yang tetap dapat menyalurkan pertumbuhan pinjaman adalah 60,6 persen dan yang pinjamannya turun 39,4 persen. LPD yang tercatat membukukan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 707 LPD atau dengan porsi 54,5 persen dari total LPD beroperasi, sedangkan sisanya sebanyak 591 LPD tercatat mengalami penurunan DPK.
Hampir sebagian besar LPD yakni sebanyak 1.203 LPD atau dengan porsi 92,7 persen tercatat mengalami peningkatan modal selama 2020 dan sisanya modalnya turun.
Kondisi sebaliknya terjadi pada laba, karena sebagian besar LPD mengalami penurunan pendapatan dengan jumlah 846 LPD atau dengan porsi 65,2 persen. Hanya 34,8 persen LPD di Bali atau dengan jumalh 452 LPD yang tercatat mengalami peningkatan laba.