Bisnis.com, DENPASAR - Adopsi standar nasional kode respons cepat atau Quick Response Code Indonesia Standard, QRIS, pada UMKM di Bali mampu mendorong peningkatan nilai penjualan maupun transaksi merchant.
Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah yang mengadopsi QRIS per akhir 2020 meningkat 600 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/YoY) menjadi 171.994 merchant.
Peningkatan jumlah ini diikuti pertumbuhan nilai transaksi pada merchant sebesar 171 persen per akhir Desember 2020 dibandingkan periode sebelumnya (quartal to quartal/QtQ) menjadi Rp22,72 miliar.
Begitu juga dengan jumlah transaksi yang naik 183 persen QtQ per akhir 2020 menjadi 269.000.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan adopsi QRIS akan membuka pasar lebih luas hingga merchant bisa memasarkan produk lewat marketplace.
Kondisi ini menguntungkan pelaku UMKM yang tidak perlu lagi bergantung pada pameran agar produknya dilirik pasar.
Baca Juga
"Saat ini susah ada pameran, sekarang mau tidak mau harus digital, tenun endek Agung Bali Collection contohnya dikenal lewat sosial media hingga dibeli Christian Dior," katanya kepada Bisnis, Kamis (28/1/2021).
Hanya, diakuinya, tidak semua UMKM di Bali melek digital. Hal ini terlihat dari literasi digital UMKM di masing-masing wilayah Bali yang masih timpang sehingga menyulitkan sektor tersebut untuk on boarding atau memperluas channeling penjualan ke marketplace.
Ada tiga wilayah Bali yakni Denpasar, Badung, dan Gianyar yang dinilai memiliki tingkat literasi keuangan dan digital mumpuni. Sementara itu, wilayah lainnya masih cukup rendah.
Hal tersebut terlihat dari jumlah UMKM pengadopsi standar nasional kode respons cepat atau Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) yang didominasi Denpasar, Badung, dan Gianyar.
Adapun, per 15 Januari 2021 ada 179.283 merchant yang mengadopsi QRIS di Bali.
Sebanyak 49 persen di antaranya berada di Denpasar dengan jumlah 88.238 merchant. Posisi kedua yakni Badung dengan persentase 28 persen atau 49.497 merchant.
Ketiga, ditempati Gianyar dengan persentase 8 persen atau 14.159 merchant.
Sementara itu, Buleleng memiliki persentase 6 persen, Tabanan 4 persen, Jembrana 2 persen, Klungkung 2 persen, Karangasem 2 persen, dan Bangli hanya 1 persen.
Menurut Trisno, jika UMKM mengenal QRIS, akan lebih mudah memperluas channeling ke marketplace atau melakukan on boarding.
Kondisi UMKM di Bali yang belum banyak mengadopsi QRIS pun dinilai memerlukan waktu lebih lama untuk masuk marketplace.
Trisno menilai jika UMKM di Bali melek digital melalui QRIS dan marketplace, pasar ekspor akan lebih mudah dijajaki.
"Saya kira mau tidak mau, suka tida suka, cepat atau lambat kita harus digitalkan UMKM di Bali, pertama kenalkan QRIS kedua dorong on boarding," katanya.
Di lain pihak, Wakil Bupati Karangasem I Wayan Arta Dipa mengakui terdapat sejumlah produk UMKM di wilayahnya yang sulit dipasarkan, misalnya arak Bali. Padahal, minuman fermentasi ini merupakan kebanggan Karangasem yang dihasilkan petani lokal. Hampir 54 persen penduduk Karangasem bekerja di sektor pertanian.
Karangasem memiliki 3.909 UMKM formal dan 53.547 UMKM nonformal. Sebagaian besar UMKM Karangasem bergerak di sektor perdagangan, sebanyak 2.572 UMKM formal dan 44.648 UMKM nonformal.
Sisanya aneka jasa terdapat 360 UMKM formal dan 3.956 UMKM nonformal, industri nonpertanian sebanyak 652 UMKM formal dan 2.481 UMKM non formal, serta industri pertanian sebanyak 325 UMK formal dan 2.462 UMKM nonformal.
"Kami punya beberapa hasil produksi UMKM yang susah dipasarkan, Bapak Gubernur memang sudah keluarkan aturan mengenai produksi minuman fermentasi beralkohol di mana arak Bali adalah hasil dari petani kami. Mestinya ada aturan lagi agar produksinya bisa bersaing dalam kualitas maupun kuantitas," sebut Arta Dipa.
Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra menilai Bali telah memberikan wadah bagi UMKM untuk memasarkan produknya melalui marketplace. Bali juga telah menerbitkan Pergub 99/2018 tentang pemasaran dann pemanfaatan produk lokal yakni mulai dari pertanian, perikanan, dan industri.
"Regulasi mengenai pemanfaatan produk lokal mohon dielaborasi di tingkat kabupaten atau kota, bupati kita harap juga akan keluarkan regulasi yang sama," ujarnya.