Bisnis.com, DENPASAR - Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung mencatat, per 31 Maret sejumlah 1.781 orang pekerja pariwisata dirumahkan dan 39 orang terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) di Badung.
Kadisnaker Badung IB Oka Dirga mengatakan kondisi tersebut merupakan dampak dari adanya wabah Virus Corona atau Covid-19, sehingga tidak adanya wisman yang dapat berlibur ke Bali dan terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata.
"Untuk seluruh tenaga kerja yang merasakan imbas langsung covid-19 agar tetap menerima keadaan, dan berharap agar pandemik ini segera berakhir," katanya saat dihubungi, Jumat (03/04/2020).
Meskipun demikian, pihaknya akan tetap menerima berbagai pengaduan dari para pekerja melalui Video Call.
"Sebagai langkah mediasi, kita sudah menerima beberapa pengaduan dari para pekerja, karena tidak boleh tertatap muka secara langsung, kami manfaatkan teknologi Video Call," tuturnya.
Sementara itu mengenai kebijakan untuk memberikan subsidi atau bantuan dana kepada para pekerja yang dirumahkan atau di PHK, Pihak Pemda belum dapat memberikan jawaban.
"Untuk hal itu, kami belum bisa menjawab," tegasnya.
Di sisi lain, Oka mengungkapkan untuk Badung sendiri jumlah perusahan pariwisata yang terdiri dari Hotel, Spa dan Restoran yang telah ditutup sementara sejumlah 26 perusahan.
"Bagaimanapun juga, dengan kondisi yang saat ini, pasti pihak perusahan akan mengarah pada penutupan atau para pekerja akan dirumahkan, karena Wisman dilarang masuk ke Indonesia," tambahnya.
Ketua Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) Bali I Nyoman Astama mengungkapkan dari total 150 hotel dan vila anggotanya, setengah dari jumlah tersebut sudah memutuskan tutup operasional. Dia mengakui keputusan itu diambil manajemen karena situasi sulit dampak dari virus corona atau covid-19 yang membuat tidak ada kunjungan wisatawan.
“Jadi kalau melihat situasi sekarang, tidak mungkin beroperasi normal. Tindakan ekstrimnya yang menghentikan operasional dengan tetap memelihara agar fasilitas hotel tidak rusak,,” jelasnya.
Adapun hotel-hotel yang berhenti beroperasi itu tersebar di sejumlah wilayah seperti di Kuta, hingga Nusa Dua. Keputusan menghentikan operasional ditempuh karena tidak mungkin lagi menutupi biaya operasional jika tetap beroperasi. Biaya untuk operasional hotel mencapai 50% dari total pendapatan, sedangkan saat ini tingkat okupansi kurang dari 10%.
Diakuinya, dampak dari penutupan itu membuat banyak pekerja pariwisata harus cuti sementara. Sejauh ini anggotanya menempuh cara persuasive kepada karyawan dengan cara mendorong mengambil cuti tanpa mendapatkan gaji. Adapun hotel yang masih beroperasi mereka menempuh upaya dengan memberikan kesempatan menghabiskan jatah cuti.
“Kalau memang tidak ada operasional baru unpaid leave jadi karyawan libur tidak dibayar,” jelasnya.