Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membantah bahwa Bali mulai sepi pengunjung akibat penyebaran virus Corona. Dia memastikan wisatawan yang berkunjung ke Bali tetap ramai dan tak terpengaruh isu wabah itu.
Pernyaataan itu berbeda dengan data yang dimiliki Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Tito mengatakan saat berkunjung ke Bali dua hari lalu dia sempat mengunjungi sejumlah wilayah mulai dari Denpasar, Sanur, dan Kuta. Seluruhnya masih ramai dan tak terlihat sepi.
“Saya tidak melihat ada [kondisi] sepi, [justru] ramai. Saya masuk ke Denpasar, Sanur, Kuta, ramai," kata Tito di Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Grand Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Menurut Tito, kendati hotel tempat menginap wisatawan asal Tiongkok terbilang sepi, Bali diyakini masih menjadi destinasi wisata pilihan bagi wisatawan mancanegara karena terbilang aman.
Banyaknya negara yang mulai menangani kasus Corona dinilai menguntungkan Bali. Wisatawan diklaim akan memilih Indonesia sebagai tujuan destinasi alternatif untuk menghindari penyebaran wabah tersebut.
Baca Juga
“Informasi dari Pak Gubernur [Bali] banyak wisatawan yang tadinya ingin ke Jepang, Thailand, Singapura, mengalihkan [destinasi wisatanya] ke Bali, karena Bali sampai saat ini tidak ada data terpengaruh Corona," jelas Tito.
Pandangan PHRI
Sehari sebelumnya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia menyebut virus Corona benar-benar berdampak pada jumlah wisatawan termasuk ke Pulau Dewata. Kondisi ini salah satunya diakibatkan pembatasan penerbangan dari dan menuju China.
Dari catatan Bisnis, Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengemukakan lebih dari 40.000 pemesanan hotel di Bali dibatalkan sejak wabah tersebut merebak.
"Virus Corona mulai berdampak pada pariwisata kita. Sekitar 40.000 pemesanan hotel dan 78.000 pax perjalanan dibatalkan di Bali. Sekitar 20.000 potensi wisatawan dari China membatalkan kunjungan," ujarnya dalam pidato di Munas XVIII Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Senin (10/2/2020).
Potensi kerugian akibat batalnya kedatangan ini disebut Hariyadi mencapai US$200 juta atau sekitar Rp2,7 triliun. Asumsi ini dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran harian wisatawan asal China di Bali.
"Dalam waktu 60 hari saja, potensi kerugian bisa mencapai Rp2,7 triliun. Dalam sehari setidaknya terdapat 3.000 kedatangan wisatawan asal China dengan pengeluaran rata-rata US$1.100," jelasnya.