Bisnis.com, MANGGARAI BARAT – Untuk mewujudkan cita-cita menjadi pariwisata kelas premium dengan harga Rp14 juta, destinasi wisata Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores dan Taman Nasional Komodo masih harus melakukan sejumlah pembenahan.
Kepala Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat Augustinus Rinus menyatakan Labuan Bajo sebagai pintu masuk ke Taman Nasional Komodo memang direncanakan untuk menjadi wisata premium. Hal ini mengingat Komodo sebagai salah satu keajaiban dunia memang menarik minat wisatawan mancanegara.
Meski demikian, menurut Augustinus, ada banyak kendala dalam memajukan geliat pariwisata di Labuan Bajo. Pertama, adalah masalah infrastruktur dan konektivitas, serta harga tiket pesawat yang cukup mahal menuju lokasi ini.
Kedua, masalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dan kemampuan dalam industri pariwisata. Ketiga, masalah sampah plastik di laut yang masih menjadi salah satu penyebab wisatawan enggan kembali ke Labuan Bajo.
Hal ini tercermin saat harga tiket melesat tinggi, jumlah wisatawan di Labuan Bajo menurun 35%. Selain itu, lama tinggal wisatawan pada 2016 hanya tercatat 5,6 hari, pada 2017 naik tipis menjadi 6,1 hari, dan pada tahun berikutnya yakni 2018 juga hanya naik tipis menjadi 6,5 hari.
“Mayoritas aktivitas wisatawan selama 1 hari darat 3 hari di laut. Pada 2020 targetkan 7,2 hari rata-rata upaya pemerintah itu ada flow baru untuk dia pulang dan sebelum ke sana. Dengan pulau baru termasuk budaya tadi salah satunya desa akan diperkuat,” kata Augustinus di Hotel Ayana, Senin (9/12/2019).
Dia menjelaskan, pemerintah pusat dan daerah juga bekerja sama untuk mengalokasikan anggaran dalam rangka penataan di luar Taman Nasional Komodo. Selain itu, akan segera diperluas lagi Bandara Internasional Komodo beserta Pelabuhan Internasional di kawasan ini guna menunjang kemudahan akses menuju wisata Komodo.
Terkait dengan SDM, Augustinus mengakui saat ini belum banyak politeknik atau vokasi di Labuan Bajo yang khusus menciptakan SDM untuk masuk dalam industri pariwisata. Oleh sebab itu, Pemkab Manggarai Barat sudah melakukan kerja sama dengan Universitas Udayana melalui Sekolah Pariwisata dan Budaya Bali untuk memberikan pelatihan dan pendampingan.
Augustinus menilai sangat penting untuk mengandalkan SDM lokal dalam memajukan pariwisata di Labuan Bajo, sehingga dampak ekonomi bisa terasa langsung kepada penduduk. Selain itu, juga mencegah pengeluaran yang terlampau besar dengan membayar tenaga kerja asing (TKA). Menurut dia, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan pariwisata adalah bentuk bisnis berkelanjutan atau sustainable.
“Di pemerintah juga belum ada sertifikasi SDM untuk agent Labuan Bajo dan Komodo. Alhasil mayoritas travel agent dari Bali, dan ada juga yang menjadi paket ke Bajo adalah travel agent internasional,” terangnya.
Oleh sebab itu, langkah tepat yang akan segera dilakukan pemerintah kata Augustinus adalah dengan digitalisasi agen sertifikasi. Sehingga, ada pendataan yang jelas terkait jalur wisman yang masuk ke Labuan Bajo.
Dia pun menyatakan untuk memastikan SDM berkualitas, Politektik Labuan Bajo akan mengadopsio kurikulum dari Universitas Udayana Bali. Sehingga, ada link and match dengan dunia usaha. Selain itu pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sektor pariwisata dan pendidikan vokasi, Pemkab Manggarai Barat bekerjasama dengan Universitas Katolik Indonesia Ruteng dan Universitas Flores untuk peningkatan SDM melalui pendampingan.
Perihal masalah sampah, Augustinus menyatakan masih sulit dalam membangun kesadaran dan kerjasama lintas instansi beserta masyarakat setempat. Alhasil, 38% dari wisman yang datang ke Labuan Bajo memberikan kritik atas pengelolaan sampah plastik yang belum berjalan dengan optimal. Padahal, dalam satu hari, rata-rata produksi sampah di Labuan Bajo sudah mencapai 14 ton.
“Pemerintah pusat sudah banyak membantu dengan program TPA sanitari, dari sisi sarana dan prasana sudah cukup, ada pusat daur ulang sampah. Tapi sisi manajemen ini yang masih harus diubah,” pungkasnya.
Dia menambahkan, sejauh ini belum ada skema jelas terkait wisata premium yang akan direncanakan pemerintah pusat. Meski demikian, dia optimistis bahwa pemerintah daerah menyambut baik rencana tersebut. Hal ini mengingat pariwisata memiliki porsi 39% dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Pemkab Manggarai Barat pada 2018 lalu.
“Tahun ini kami proyeksikan bisa 40% kontribusi pariwisata untuk PAD,” terang Augustinus.